Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto telah melakukan deregulasi ratusan aturan terkait penyaluran pupuk yang dinilainya rumit. Hasilnya adalah produksi dan stok beras yang meningkat.
"Hadirnya Pemerintah sudah nyata dirasakan sejak awal 2025. Pemerintah memangkas 145 regulasi penyaluran pupuk yang rumit. Hasilnya, produksi beras meningkat, stok beras di atas 4 juta ton, harga stabil, dan petani semakin sejahtera. Ke depan akan kita lanjutkan cerita sukses ini," ujarnya dalam Pidato Kenegaraan di Jakarta, Jumat (15/8/2025).
Lebih lanjut, orang nomor satu di RI itu menyatakan pemerintah harus terus wujudkan ketahanan pangan sebagai pondasi kemandirian bangsa. Dia juga menuturkan bahwa Indonesia harus mencapai swasembada pangan, terutama beras dan jagung.
“Harga-harga stabil, petani makmur, nelayan sejahtera, dan konsumen aman. Indonesia harus berdaulat dalam urusan pangan,” terangnya.
Jika mengacu pada Panel Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada Jumat (15/8/2025) pukul 16.15 WIB, kondisi harga rata-rata beras nasional di Tanah Air masih mengalami kenaikan. Hal ini berbanding terbalik dengan pernyataan Kepala Negara RI.
Data Panel Harga Bapanas menunjukkan, harga rata-rata beras premium dan beras medium di tingkat konsumen masih melampaui harga eceran tertinggi (HET) di semua zonasi.
Baca Juga
Perinciannya, harga rata-rata beras premium di tingkat konsumen dibanderol Rp16.263 per kilogram. Harganya naik 9,15% dari HET nasional Rp14.900 per kilogram. Bahkan, kenaikan harga beras premium terjadi di semua zonasi.
Secara terperinci, harga beras premium di zona 1 dibanderol Rp15.454 per kilogram, zona 2 Rp16.579 per kilogram, dan zona 3 Rp19.440 per kilogram.
Untuk diketahui, HET beras premium di setiap wilayah adalah zona 1, zona 2, dan zona 3 masing-masing adalah Rp14.900 per kilogram, Rp15.400 per kilogram, dan Rp15.800 per kilogram.
Begitu pula dengan harga rata-rata beras medium di tingkat konsumen yang melambung 16,05% dari HET Rp12.500 per kilogram, atau dibanderol Rp14.506 per kilogram.
Saat ditelusuri lebih jauh, harga rata-rata beras medium kompak mengalami kenaikan di semua zonasi, yakni zona 1 dibanderol Rp13.889 per kilogram, zona 2 Rp14.599 per kilogram, dan zona 3 Rp17.665 per kilogram.
Asal tahu saja, HET beras medium semestinya adalah zona 1 Rp12.500 per kilogram, zona 2 Rp13.100 per kilogram, dan zona 3 senilai Rp13.500 per kilogram.
Berdasarkan catatan Bisnis, Prabowo mendapatkan laporan dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang mengatakan bahwa distribusi pupuk dari pabrik ke petani membutuhkan tanda tangan 15 menteri, 30 gubernur, hingga 500 bupati baru sampai ke kelompok tani (poktan).
Melihat kondisi tersebut, dia meminta menteri pertanian bahwa proses jalur distribusi tersebut harus dipangkas. Prabowo meminta agar pupuk dari pabrik langsung bisa dibagikan ke petani tanpa perantara.
"Alhamdulillah pupuk yang tadinya langka, yang tadinya banyak diselundupkan, yang banyak dikorupsi sekarang sampai ke desa-desa," jelasnya.
Kendati demikian, masih ada beberapa tempat yang mengeluhkan kondisi kekurangan pupuk seperti di Aceh. Namun, dia memastikan bahwa masalah tersebut akan segera diatasi.
"Begitu ini semua perizinan-perizinan kita hilangkan lancar itu arus produsen, produksi langsung naik. Jadi inilah yang saya akhirnya ambil kesimpulan, oke saya harus pro aktif saatnya sudah ada evidence saya sekarang berdiri lebih optimistis lebih percaya diri karena evidence-nya mulai kelihatan," tuturnya.
Deregulasi Bakal Diperluas?
Pemangkasan regulasi terkait pupuk subsidi berhasil memberikan dampak positif pada peningkatan produksi dan stok beras. Dilansir dari Antara, Mentan Andi Amran Sulaiman menegaskan pemangkasan regulasi menjadi langkah penting agar pembangunan pertanian dapat berlangsung cepat, efektif, dan memberikan manfaat langsung bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
Kebijakan ekspor komoditas seperti kelapa dimudahkan karena harga pasar sedang tinggi, sementara impor bahan baku juga diperlonggar jika dibutuhkan untuk menstabilkan harga dan mendukung kesejahteraan rakyat.
"Jadi yang dimaksud Bapak [Presiden] adalah mana yang menguntungkan rakyat Indonesia? Apapun modelnya mau impor, mau ekspor mana yang menguntungkan rakyat titik," tegas Mentan.
Menurut Amran, seluruh regulasi harus dibangun atas dasar keberpihakan terhadap rakyat, tanpa kepentingan kelompok tertentu, dan fleksibel dalam menghadapi dinamika pangan serta perdagangan global yang terus berubah.
"Sederhana kan? Intinya harus ini diterjemahkan seluruh regulasi yang kita bangun demi kepentingan rakyat titik. Jangan ada kepentingan oknum," kata Mentan.
Deregulasi atau pemangkasan aturan juga dibutuhkan di sektor lainnya, misalnya di komoditas tembakau. Kalangan petani tembakau di Tanah Air mendesak deregulasi kebijakan pembatasan konsumsi rokok yang dinilai telah memicu anjloknya penjualan. Desakan itu muncul lantaran petani mulai mencemaskan serapan hasil panen yang minim dari kalangan industri pengolahan.
Adapun, kebijakan pembatasan konsumsi rokok tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 17/2023 tentang Kesehatan.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Sahminudin mengatakan aturan tersebut secara tidak langsung berdampak pada keberlangsungan usaha petani tembakau, meskipun secara formal menyasar industri hasil tembakau (IHT).
"Hampir semua regulasi itu terkesan tidak ada yang mengancam petani, tapi perusahaan yang diancam oleh peraturan itu. Sedangkan kita tahu bahwa 98% tembakau di Indonesia menjadi bahan baku rokok, jadi mau tidak mau kami akan ikut terdampak, walaupun tidak secara langsung," kata Sahminudin, dikutip Rabu (23/7/2025).
Menurut dia, apabila industri tembakau sebagai pembeli utama bahan baku terganggu, maka penyerapan hasil panen petani akan menurun drastis. Situasi ini secara langsung mengancam kesejahteraan petani dan stabilitas ekonomi daerah penghasil tembakau.