Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) menyayangkan kondisi gangguan pasokan gas yang berlarut-larut, menyebabkan pembatasan kuota pemanfaatan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dan mahalnya surcharge harga gas regasifikasi LNG tanpa solusi yang jelas.
Ketua Umum Asaki Edy Suyanto mengatakan krisis pasokan gas yang dipicu oleh informasi terbaru dari PGN untuk industri keramik di Jawa Barat yang berlaku mulai 13—31 Agustus 2025, telah mengakibatkan dua industri tableware di Tangerang terpaksa merumahkan sekitar 700 karyawannya.
Dalam informasi itu, penggunaan gas harian dibatasi hanya 48% dari volume HGBT, sementara sisanya dikenakan surcharge 120% dari harga $14,8 USD/MMBTU, setara dengan $17,8 USD/MMBTU, dengan alasan force majeure.
Edy Suyanto menjelaskan bahwa gangguan pasokan gas ke industri telah mendistorsi rangkaian katalis positif yang sebelumnya memberikan optimisme bagi industri keramik nasional.
Beberapa katalis itu di antaranya kebijakan pro-industri seperti Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD), Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), dan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib untuk keramik kini menjadi kontraproduktif akibat krisis suplai gas.
Akibatnya, tahapan ekspansi pabrik keramik yang direncanakan selesai pada awal 2027 senilai Rp8 triliun untuk tambahan produksi 90 juta m² dengan penambahan sekitar 6.000 karyawan terancam batal.
Baca Juga
“Asaki mengharapkan kehadiran Pemerintah untuk mencarikan solusi secepat mungkin, berkaitan dengan gangguan suplai gas supaya tidak semakin banyak industri yang merumahkan karyawan dengan potensi PHK,” ujar Edy, Minggu (17/8/2025).
Oleh karena itu, Asaki mendesak pemerintah untuk memberikan kepastian hukum dan menjaga iklim berinvestasi yang baik di Indonesia, khususnya bagi industri keramik yang sedang melakukan ekspansi kapasitas.
Sebagai catatan, pasca-kebijakan HGBT, terdapat multiplier effect yang sangat positif dari industri keramik. Total investasi kapasitas baru mencapai Rp28 triliun dari 2022 hingga 2027, dengan total kapasitas produksi baru keramik sebesar 160 juta m² dan penyerapan karyawan baru sekitar 16.000 orang.
Kontribusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) juga bertumbuh 50% dari Rp1,7 triliun menjadi Rp2,65 triliun pada periode 2020—2024. Saat ini, industri keramik Indonesia menempati posisi keempat terbesar di dunia, di bawah China, India, dan Brasil. Indonesia sedikit di atas Vietnam yang kini berada di posisi kelima dalam pasar keramik global.
Sementara itu, menanggapi krisis pasokan gas ke industri saat ini, Corporate Secretary PGN Fajriyah Usman mengaku bahwa pihaknya membutuhkan tambahan alokasi pasokan dari volume gas ekspor untuk memenuhi permintaan gas domestik.
“Salah satunya dari alokasi Blok Natuna, di mana terdapat peluang monetisasi yang optimal di dalam negeri,” katanya.