Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) mengungkapkan pembatasan volume gas dengan harga gas bumi tertentu (HGBT) makin ketat. Hal ini dapat memicu peningkatan biaya produksi imbas penggunaan harga gas regasifikasi yang lebih mahal.
Ketua Umum Asaki Edy Suyanto mengatakan, industri keramik di Jawa bagian barat kini dibatasi volume pembelian gas dengan HGBT menjadi 48% dari sebelumnya 60% yang diberlakukan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), sedangkan di wilayah timur dibatasi 40%.
"Mulai tanggal 13 Agustus-31 Agustus hanya diperbolehkan memanfaatkan volume gas HGBT sebanyak 48% dan selebihnya dikenakan surcharge US$14,8 per MMBtu dengan alasan force majeure," kata Edy kepada Bisnis, Rabu (12/8/2025).
Menurut Edy, pembatasan pemakaian gas HGBT dapat menggerus daya saing industri, meskipun terdapat penurunan harga gas regasifikasi PGN dari US$16,77 per MMBtu menjadi US$14,8 per MMBtu.
Untuk itu, dia berharap kehadiran pemerintah untuk mencarikan solusi berkaitan gangguan pasokan gas dari PGN berupa kuota pemakaian gas HGBT. Apalagi, saat ini industri tengah diadang banjir impor keramik dengan harga murah yang makin menjepit produksi.
"Ini bisa diibaratkan sudah jatuh tertimpa tangga dan jangka panjang akan berdampak pengurangan tenaga kerja karena kebanyakan industri memilih untuk memproduksi sebatas kuota gas atau AGIT [alokasi gas industri tertentu] dari PGN," ujarnya.
Baca Juga
Kendati demikian, Edy menyebut, industri keramik nasional saat ini mulai menunjukkan pemulihan yang ditunjukkan dengan stabilnya kapasitas produksinya.
Dalam catatan Asaki, tingkat utilisasi produksi pada semester I/2025 berada di kisaran 70%-71% atau naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 60%.
Adapun, secara volume produksi meningkat sekitar 62 juta meter persegi atau bertumbuh 16,5% (year-on-year/yoy).
"Kinerja industri keramik nasional di semester I/2025 meskipun bertumbuh, namun masih di bawah target Asaki yakni tingkat utilisasi 75% untuk semester I/2025 ini," jelasnya.
Untuk diketahui, PGN membutuhkan tambahan alokasi pasokan dari volume gas ekspor untuk memenuhi permintaan gas domestik.
Corporate Secretary PGN Fajriyah Usman mendukung inisiatif pemerintah melalui SKK Migas dalam mengalihkan sebagian volume gas ekspor yang tidak terserap ke pasar domestik.
“Salah satu contohnya adalah alokasi dari Blok Natuna, di mana terdapat peluang monetisasi yang lebih optimal di dalam negeri,” kata Fajriyah saat ditemui di Jakarta, Jumat (1/8/2025).
Terkait hal ini, PGN berperan sebagai mitra pemerintah yang menjembatani proses pengalihan volume ekspor lewat koordinasi yang melibatkan berbagai pihak.
Tak hanya itu, PGN saat ini tengah mencari tambahan alokasi pasokan gas dari lapangan-lapangan eksis, baik dalam bentuk gas pipa maupun LNG, dan kontrak pasokan gas dari lapangan-lapangan baru.
Hingga semester I/2025, PGN telah menerima realisasi lima kargo LNG domestik. Adapun, pihaknya memperkirakan kebutuhan total tahun ini mencapai 11 kargo LNG.
“Saat ini, PGN juga telah pembahasan beberapa rencana kontrak jangka panjang di antaranya dengan Mubadala di Andaman, Petronas - Bukit Panjang, KUFPEC-Anambas, Inpex – Masela, Mondor - Tungkal, dan lainnya,” tuturnya.