Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (Gamma) memperkirakan permintaan mesin lokal akan meningkat seiring meningkatnya minat investor asing seperti China hingga Korea Selatan untuk merelokasi dan ekspansi pabrik ke RI.
Ketua Umum Gamma Dadang Asikin mengatakan, fenomena relokasi pabrik dari China atau beberapa negara Asia lainnya ke Indonesia mestinya akan mengungkit permintaan produk mesin dalam negeri.
"Menurut prediksi saya tren pemesanan mesin lokal diperkirakan menunjukkan akan peningkatan dibandingkan tahun lalu, meskipun sifatnya masih bertahap," kata Dadang kepada Bisnis, Selasa (26/8/2025).
Meskipun secara data belum dipastikan, pertumbuhan minat untuk memasukkan rantai pasok industri lokal ke perusahaan-perusahaan asing yang relokasi ke Indonesia mulai terlihat.
Dia menyebutkan, sejumlah sektor industri asing yang paling banyak menyerap mesin atau barang modal buatan lokal yakni industri logam, makanan dan minuman, tekstil, pertambangan, energi terbarukan, serta otomotif dan komponennya.
"Sektor-sektor ini relatif terbuka menggunakan mesin lokal karena teknologi untuk mendukung industri ini tidak memerlukan high technology serta adanya dukungan kebijakan TKDN [tingkat komponen dalam negeri]," ujarnya.
Baca Juga
Apalagi, pemerintah telah memberikan insentif bagi industri pengguna mesin lokal dengan nilai konten 30% yakni fasilitas pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk produksi selama empat tahun sesuai kapasitas terpasang.
Insentif tersebut sesuai dengan PMK No. 176/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Mesin Serta Barang dan Bahan untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri dalam Rangka Penanaman Modal.
Sementara itu, penghitungan nilai penggunaan mesin produksi dalam negeri diberikan kepada Kemenperin melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 82 Tahun 2024 tentang Penggunaan Mesin Produksi Buatan Dalam Negeri dalam rangka Pemanfaatan Fasilitas Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang dan Bahan untuk Produksi.
Meski terdapat insentif tersebut, Dadang menyebut, masih ada tantangan yang dihadapi produsen mesin dalam negeri. Pertama, tingkat kepercayaan industri besar terhadap kualitas mesin lokal masih terbatas.
Kedua, persaingan harga ketat dengan mesin impor ataupun mesin bekas. Ketiga, keterbatasan bahan baku logam untuk membuat peralatan yang masih impor. Keempat, volume yang terbatas akibat kuota impor.
"Dan penerapan tarif anti-dumping yang kurang tepat terhadap bahan baku mesin yang belum bisa di penuhi oleh produk dalam negeri," tuturnya.
Meski masih menghadapi berbagai tantangan tersebut, berdasarkan data Kementerian Perindustrian industri mesin dan perlengkapan tumbuh sebesar 18,75% pada triwulan II/2025, yang meraih pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2012.