Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), mengaku menyambut baik putusan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) yang memenangkan Indonesia dalam sengketa biodiesel.
Ketua Umum Gapki, Eddy Martono menilai putusan WTO ini memberi angin segar bagi industri sawit. Akan tetapi, keputusan itu belum benar-benar final lantaran Uni Eropa dikhawatirkan bakal mengambil langkah banding.
"Putusan ini sangat positif. Hanya saja, kita lihat apakah Uni Eropa akan banding atau menerima putusan ini,” jelas Eddy dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (28/8/2025).
Eddy menambahkan, Uni Eropa sendiri saat ini menjadi pasar ekspor ketiga terbesar setelah China dan India, dengan volume 3–4 juta ton produk sawit per tahun.
Meski begitu, ekspor biodiesel ke Eropa relatif kecil karena sebagian besar produksi biodiesel Indonesia diserap untuk program mandatori dalam negeri.
“Impor biodiesel di Eropa memang menurun karena mereka mulai memproduksi sendiri dari used cooking oil, rapeseed, sunflower, soybean, hingga palm oil,” jelas Eddy.
Baca Juga
Senada, Sekjen Gapki, M. Hadi Sugeng Wahyudiono, menyebut keputusan WTO ini membuka peluang baru bagi biodiesel berbasis sawit untuk kembali masuk pasar Uni Eropa.
Dia juga menekankan, kebijakan biodiesel yang dijalankan Indonesia dipastikan tidak menyalahi prinsip perdagangan internasional sebagaimana dilayangkan oleh Uni Eropa.
“Kebijakan biofuel Indonesia tidak melanggar prinsip perdagangan internasional. Keputusan ini membuktikan tuduhan Uni Eropa tidak benar,” tegas Hadi.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Jenderal (Dirjen) Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag), Djatmiko Bris Witjaksono menyebut putusan yang diambil oleh WTO diklaim telah terang benderang mendukung posisi Indonesia atas sejumlah klaim utama dalam sengketa perdagangan melawan Uni Eropa terkait pengenaan bea masuk imbalan (countervailing duties) terhadap produk biodiesel asal Indonesia.
Untuk itu, Bris meminta agar Uni Eropa diharapkan dapat segera mengadopsi putusan tersebut dan melakukan revisi atas pengenaan bea masuk imbalan yang dikenakan kepada Indonesia.
"Ya kita tentu akan menyarankan untuk sebaiknya kita adopsi ya [keputusan WTO], karena sudah jelas sekali terang benderang hasil dari panel sengketa 618," kata Djatmiko dalam Konferensi Pers di Kantor Kemendag, Kamis (28/8/2025).
Terlebih, tambah Bris, apabila Uni Eropa tetap akan mengajukan banding terhadap putusan Sengketa DS618, keputusan WTO yang telah ditetapkan saat ini tidak dapat diubah.