BISNIS.COM, JAKARTA—Harga yang murah, ketersediaan, dan mudahnya akses mendapatkan produk palsu menjadi salah satu tantangan terbesar pemerintah dalam memerangi pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual atau HKI.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan sebenarnya dari sisi perundang-undangan yang mengatur mengenai HKI sudah banyak dan lengkap. Namun, pemalsuan produk semakin canggih dan dibutuhkan upaya pengawasan lebih ketat.
“Seperti pengiriman copy film via internet, itu perlu pengawasan yang kompleks juga. Jadi, kami masih terus belajar dan memperbaiki sistem pengawasan,” kata Bayu di sela-sela Dialog Interaktif Peningkatan Daya Saing RI Melalui Kepatuhan HKI dan Pemberlakuan Unfair Competition Act (UCA) Amerika Serikat hari ini, Selasa (23/4/2013).
Dia menambahkan tingginya pendapatan kelas menengah Indonesia bisa menjadi penggerak ekonomi baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Jika kesadaran mereka akan HKI meningkat maka bisa mendatangkan efek positif.
Saat ini Amerika Serika menjadi negara tujuan ekspor terbesar terbesar ketiga setelah China dan Jepang dengan nilai ekspor sebesar US$14,59 miliar. Angka ini berkontribusi sebanyak 9,53% dari total ekspor nasional.
Bayu melanjutkan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat akan menjadi kunci sukses untuk bersaing di pasar internasional, khususnya seperti Amerika Serikat yang telah menerapkan UCA.
Sejak 2011 hingga Maret tahun ini, Kementerian Perdagangan telah menemukan 721 kasus barang beredar yang melanggar ketentuan Undang-Undang No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sebagian produk yang didominasi oleh elektronik, alat rumah tangga, dan suku cadang otomotif tersebut adalah palsu.