Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

TANJUNG PRIOK Tak Efisien, 60% Biaya Logistik Habis di Pelabuhan

BISNIS.COM, BANDUNG-Rendahnya efisiensi dan mekanisme bongkar muat yang belum sistematis di Pelabuhan Tanjung Priok, dianggap menjadi salah satu penyebab tingginya biaya dalam sistem logistik nasional.

BISNIS.COM, BANDUNG-Rendahnya efisiensi dan mekanisme bongkar muat yang belum sistematis di Pelabuhan Tanjung Priok, dianggap menjadi salah satu penyebab tingginya biaya dalam sistem logistik nasional.

Rudy Sangian, Senior Consultant dari Supply Chain Indonesia, mengatakan 60% biaya pengeluaran yang ada di sektor bisnis jasa angkutan logistik habis di pelabuhan.

Menurutnya, dengan adanya kenaikan BBM bersubsidi, seharusnya PT Pelindo II sebagai operator Tanjung Priok, bisa meningkatkan efisiensi agar bisa mengurangi beban pelaku jasa angkutan.

"Dengan berbagai kenaikan ini kami mempertanyakan kinerja dan efisiensi dari proses bongkar muat yang dilakukan oleh Pelindo II. Kalau standarnya bongkar muat 1 jam bisa 30 box, saat ini 1 jam masih 8 box," katanya kepada wartawan di Bandung, Sabtu (22/6/2013).

Menurut dia, kemacetan parah yang seringkali terjadi saat truk akan masuk menuju pelabuhan dipicu tidak adanya sistem informasi antara operator pelabuhan dan pengusaha truk angkutan.

Padahal, dengan nformasi yang memadai tersebut bisa menyampaikan kepada para pemilik truk mengenai jadwal pengangkutan dan proses bongkar muat yang dilakukan oleh operator pelabuhan.

"Dengan kata lain jangan dibuat para pemilik truk itu dibuat datang pada jam yang sama. Dengan adanya jadwal pengaturan yang jelas, pada saat itulah pengusaha harus datang sehingga tidak banyak terjadi kesemrawutan," ujarnya.

Selama ini, ujarnya, antrean panjang menuju pelabuhan bisa mencapai 6 jam. Waktu yang dihabiskan belum lagi menunggu proses pengambilan kontainer dan bongkar muat.

Untuk itu, efisiensi melalui pembenahan pelabuhan mendesak agar pelayanan kapal dan bongkar muat lebih cepat bisa sesuai standarnya.  Selain itu, tarif kepelabuhanan justru meningkat tajam dalam 3 tahun terakhir.

Chairman Supply Chain Indonesia Setijadi menambahkan dampak kenaikan BBM bagi pelaku jasa angkutan logistik dapat diminimalisasi dengan meningkatkan produktivitas armada transportasi tersebut.

Peningkatan produkstivitas dapat dilakukan misalnya dengan meningkatkan rerata jumlah arus muatan per hari. Akan tetapi hal ini seringkali terkendala dengan berbagai faktor eksternal seperti kemacetan di jalan dan kemacetan di pelabuhan.

“Misalkan transportasi barang dari kawasan industri Jababeka-Cikarang ke Pelabuhan Tanjung Priok sepanjang 40 KM,  seharusnya dapat dilakukan transportasi rerata minimal 2 kali jalan per hari,” ujarnya.

Akan tetapi, pada kenyataannya armada pengangkutan yang melayani rute tersebut hanya bisa mencapai rerata 1,5 jalan per hari. Dalam sehari rerata armada hanya bisa menempuh perjalanan dari depo ke user di Jababeka ke Tanjung Priok dan kembali pada hari yang sama.

Pengiriman barang kedua ke Tanjung Priok hanya bisa dlakukan pada hari berikutnya. Bahkan pada kondisi tertentu transportasi pada rute hanya bisa dilakukan 1 kali jalan per hari.

Selain itu, perencanaan, koordinasi dan operasionalisasi infrastruktur transportasi dan logistik yang kurang baik. Pemerintah beserta pihak terkait sebagai penanggung jawab utama atas hal ini diharapkan segera bisa membenahi untuk perbaikan sistem transportasi dan logistik di Indonesia.

Praktisi dan pengamat transportasi Sugi Pranoto menilai kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar 44% dianggap momentum tepat bagi pengusaha jasa angkutan logistik untuk menaikkan tarifnya.

Pasalnya, sejak 2008 pelaku industri angkutan logistik belum pernah lagi mencicipi adanya peningkatan tarif. Kenaikan UMK dan tarif dasar listrik tidak bisa dijadikan alasan pelaku usaha angkutan untuk menaikkan tarif.

Keduanya tidak berpengaruh banyak bagi industri angkutan. “Sejumlah komponen yang bisa menaikkan biaya transportasi adalah biaya operasional kendaraan, biaya pemeliharaan kendaraan, biaya ban, biaya depresiasi, biaya bunga, biaya legal dan dan biaya overhead.”

Menurut dia, analisis perhitungan dapat dilakukan dengan metode based on cost per KM (CPK) dan based on daily operation. Selanjutnya, dilakukan simulasi perhitungan berdasarkan jenis armada transportasi barang dan rute transportasi.

Pemberian subsidi dan insentif diperlukan untuk menjaga kesinambungan usaha, peningkatan pelayanan dan keselamatan jalan. Revitalisasi angkutan umum harus dilakukan untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi, penghematan BBM dan pengentasan kemacetan.

Selain itu, perlu upaya peningkatan utilisasi truk dari 25 kali jalan per bulan menjadi 35 kali jalan per bulan. “Mengurangi lead time pengiriman dengan pendekatan pola operasional baru. Misalnya dari day operation menjadi night operation [12 jam menjadi 24 jam operasi per hari],” paparnya.(Hedi Ardia)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Writer
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper