Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) akan melakukan konsolidasi dengan semua pemangku kepentingan sawit, baik nasional maupun daerah guna melawan tuduhan dan serangan dari luar.
Sekjen Gapki Joko Supriyono menjelaskan serangan yang dilancarkan terhadap sawit nasional semakin massif, tidak sekadar menyerang melalui mekanisme dagang tetapi juga secara politik.
Produsen minyak nabati global kini menggunakan taktik politik guna mempengaruhi pengambil keputusan di Indonesia, selain terus melancarkan persaingan secara bisnis.
“Sawit Indonesia menjadi ancaman minyak nabati global, terutama negara maju produsen keledai, minyak rape, dan bunga matahari. Sebaliknya, sawit telah memberikan kontribusi besar bagi ekonomi nasional,” ungkapnya, Selasa (10/9).
Dia menjelaskan produksi sawit Indonesia pada tahun ini diperkirakan mencapai 26 juta-30 juta ton, dengan total area kebun seluas 9 juta hektare. Produksi ini cukup besar dan Indonesia kini menjadi raja sawit dunia.
“Kampanye anti sawit oleh Eropa terus dilakukan selama sawit Indonesia berkembang. Oleh karena itu, produsen sawit nasional perlu melakukan konsolidasi untuk meningkatkan daya saing sehingga bisa kompetitif dan mampu menghadapi serangan global,” ujar Joko.
Dia mengungkapkan Gapki komitmen untuk mengembangkan kebun sawit lestari tetapi tidak setuju negara maju menggunakan alat untuk menekan perdagangan sawit Indonesia. Standar minyak sawit lestari (sustainable) sering jadi hambatan dagang. “Ini yang harus dilawan.”
Menurutnya, kerja sama perusahaan sawit dengan daerah (pemda) dan perguruan tinggi sangat dibutuhkan. Kerja sama dengan daerah diperlukan untuk mengatasi masalah tata ruang dan tumpang tindih lahan.
Joko menjelaskan jika masalah tata ruang belum selesai, konflik akibat tumpang tindih lahan akan menghantui industri sawit untuk meningkatkan investasi.
Selain itu, sambungnya, kerja sama dengan pemerintah daerah dibutuhkan guna menghasilkan regulasi yang kondusif dan meminimalkan aturan yang merugikan investasi sawit.
Banyak perda yang justru mengurangi daya saing, misalnya perda yang dibuat Pemkab Pasaman, Sumbar yang menetapkan hasil cangkang sawit 70% menjadi milik pemda karena dianggap sebagai limbah.
“Kami harapkan pemda mengajak diskusi Gapki daerah dalam merumuskan kebijakan terkait dengan sawit,” ujar Joko.
Adapun kerja sama dengan universitas guna melakukan penelitian ilmiah guna menangkis tudingan kebun sawit nasional merusak lingkungan.
Dia menjelaskan produsen minyak nabati Eropa menggunakan kemasan ilmiah sehingga universitas perlu dilibatkan untuk melakukan konter dengan opini, data, dan riset.