Bisnis.com, BANDUNG - Peternak ayam rakyat mengeluhkan persaingan usaha di industri unggas sudah tidak sehat terutama akibat dominasi industri besar yang menentukan pasar dan terindikasi kuat terjadi kartel.
Koordinator Gapoknak Ciung Wanara Ciamis Jawa Barat Fahni Ahmad Fatoni mengemukakan persaingan usaha peternakan ayam rakyat dengan pengusaha besar sudah tidak sehat.
"Sebagian besar kebutuhan produksi daging ayam dikuasai pengusaha besar, sementara kami peternak kecil terjepit biaya produksi yang tinggi, serta kesulitan untuk memasarkannya, sehingga banyak yang terjepit," katanya kepada Bisnis, Rabu (13/11/2013).
Dia mengungkapkan saat ini bisa dikatakan sudah tidak ada peternak rakyat, karena hampir seluruh kandang yang ada di daerah sudah diambil alih industri pemiliki modal yang memasok pakan, pembibitan, hingga biaya kandang.
Menurutnya, peternak kecil saat ini bukan lagi sebagai pemilik ternak, tetapi menjadi pekerja di kandang sendiri. Pihaknya meminta pemerintah untuk mengawasi dan memberikan perhatiannya terhadap nasib peternak rakyat yang semakin tertekan.
"Akhirnya, peternak di Ciamis sebagian memilih berternak ayam kampung yang belum terjadi kartel, tetapi kami takut lambat laun bisa terguncang juga," ujarnya.
Pada perkembangan lain, Ketua Pengusaha Peternak Unggas Indonesia (PPUI) Aswin Pulungan mengungkapkan saat ini industri ternak hampir 80% dikuasai perusahaan asing, sedangkan peternakan rakyat sudah punah.
Menurutnya, perusahaan asing tersebut diduga kuat melakukan kartel pasar unggas sehingga harga daging ayam dalam tiga tahun terakhir melambung tinggi.
"Pada 2010 harga ayam masih di kisaran Rp18.000-Rp25.000 per kg, setelah itu melompat menjadi sekitar Rp35.000--Rp50.000 per kg dan sampai sekarang belum ada sinyal penurunan harga," ungkapnya. (Wandrik Panca Adiguna/k32,
Wisnu Wage/k57)