Bisnis.com, JAKARTA — Perum Bulog memastikan biaya operasionalnya tetap aman, jika nantinya pemerintah menetapkan harga pembelian pemerintah untuk gabah kering giling (HPP GKG). Pasalnya, tidak ada perbedaan signifikan antara membeli gabah kering panen (GKP) dengan GKG.
Sekretaris Perum Bulog Arwakhudin Widiarso meyakini, Badan Pangan Nasional (Bapanas) dalam menetapkan HPP GKG telah memperhitungkan sejumlah faktor.
Sebagai informasi, pemerintah sebelumnya telah menetapkan HPP GKP di tingkat petani sebesar Rp6.500 per kilogram (kg), sedangkan untuk HPP GKG tengah digodok, sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) 6/2025 tentang Pengadaan dan Pengelolaan Gabah/Beras dalam Negeri serta Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah.
“Sama saja sih itu, jatuhnya kan nanti GKP kalau dibeli sekian maka akan menjadi GKG sekian, menjadi beras sekian. Tentu Bapanas menghitungnya akan seperti itu,” kata Wiwiet, sapaannya, kepada Bisnis, Rabu (7/5/2025).
Dari sisi penyimpanan, Wiwiet mengatakan bahwa pengadaan dalam bentuk gabah kering giling memberikan fleksibilitas penyimpanan dan kualitas beras yang lebih baik.
Dia menuturkan, Perum Bulog saat ini menyerap dalam bentuk GKP. Dalam hal ini, GKP yang diserap harus langsung dikeringkan dan diolah menjadi beras, sehingga stok yang disimpan oleh Perum Bulog dalam bentuk beras.
Baca Juga
“Kalau tidak diolah, hanya hitungan 2-3 hari bisa berkecambah itu,” ujarnya.
Berbeda dengan pengadaan dalam bentuk GKG. Wiwiet menuturkan, jika Perum Bulog menyerap dalam bentuk GKG, maka stok yang disimpan Perum Bulog dalam bentuk gabah.
Hal ini lantas memberi keuntungan yaitu masa simpan yang lebih panjang dan beras tetap segar, lantaran proses penggilingan akan dilakukan ketika diperlukan.
“Sekarang stok kita besar dalam bentuk beras, jadi ketika kita punya cadangan gabah kering giling, maka bisa disimpan, punya masa simpan yang lebih panjang,” jelasnya.
Di sisi lain, Perum Bulog terus memaksimalkan gudang penyimpanan Bulog, termasuk gudang filial, gudang yang digunakan Perum Bulog yang berlokasi di wilayah sentra produksi, dan dikelola oleh mitra kerja atau pihak ketiga dengan sistem pinjam pakai untuk mempercepat proses pengadaan dan penyerapan gabah/beras dari petani.
Adapun sampai dengan hari ini, Wiwiet menyebut bahwa Bulog telah menggunakan gudang filial dengan kapasitas 1,2 juta ton. Dia menjelaskan, skema kerja sama penggunaan gudang tersebut dapat dilakukan dengan cara sewa dan pinjam pakai.
“Gudang tersebut milik sesama BUMN, ada juga milik TNI dan dari masyarakat,” pungkasnya.