Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lampu Kuning, Proyeksi Ekonomi RI 2025 Kompak Turun karena Ketidakpastian Tinggi

Sejumlah lembaga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 menjadi di bawah 5%. Konsumsi masyarakat hingga investasi harus pulih dengan cepat.
Suasana deretan gedung bertingkat di Jakarta. / Bisnis-Eusebio Chrysnamurti
Suasana deretan gedung bertingkat di Jakarta. / Bisnis-Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi melanjutkan perlambatan pada kuartal berikutnya dan menjadi sulit mencapai 5%, apalagi 5,2% sesuai target pemerintah. Pada kuartal I/2025, ekonomi tumbuh melambat ke level 4,87%. 

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menyampaikan perlambatan tersebut sangat mungkin terjadi, apalagi di tengah kondisi ketidakpastian yang masih sangat tinggi. 

Dirinya pun memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk keseluruhan tahun atau fullyear dengan batas bawah sebesar 4,5%. 

“Kami kini memperkirakan pertumbuhan PDB akan melambat dari 5,03% pada 2024 menjadi 4,5%—5% pada 2025, turun signifikan dari perkiraan awal kami sebesar 5,11%,” ujarnya, dikutip pada Selasa (6/5/2025). 

Josua melihat momentum pertumbuhan tampak melambat karena ketidakpastian yang meningkat akibat perang dagang telah mendorong perusahaan menunda rencana investasi dan ekspansi. 

Akibatnya, penciptaan lapangan kerja menjadi terbatas dan sedikit melemahkan daya beli rumah tangga.

Pelemahan ekonomi pada kuartal pertama tetap terjadi sekalipun pemerintah memberikan diskon tarif listrik, pencairan tunjangan hari raya (THR), juga adanya momen Ramadan dan Idulfitri.

Konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,89% secara tahunan (year on year/YoY), lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2024 sebesar 4,98% maupun kuartal I/2024 sebesar 4,91%.

Meski demikian, Josua tetap memperkirakan bahwa sektor-sektor yang berorientasi domestik akan tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini, termasuk sektor jasa, meskipun prospeknya dapat terkendala oleh langkah efisiensi pemerintah serta ketidakpastian global yang meningkat.

Sementara mempertimbangkan Indonesia merupakan small open economy, Josua melihat dampak keseluruhan diperkirakan tetap terbatas, terutama jika respons kebijakan proaktif dan negosiasi yang sukses dengan AS dapat mencegah penerapan tarif balasan secara penuh.

Bukan hanya Josua, sejumlah ekonom pun memperkirakan adanya perlambatan. Sejalan dengan prediksi dari Bank Dunia maupun IMF yang memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia ke level 4,7% untuk 2025.

Bank pelat merah, Office of Chief Economist (OCE) Bank Mandiri, turut menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,93% untuk keseluruhan tahun ini.

Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) Andry Asmoro menyampaikan pemangkasan tersebut mengingat berbagai tantangan yang berasal dari faktor domestik dan global. Partisipasi aktif dari semua pemangku kepentingan akan sangat penting untuk mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkualitas tinggi di Indonesia.

“Kami memperkirakan ekonomi akan tumbuh sebesar 4,93% pada tahun 2025, dengan permintaan domestik yang diperkirakan akan pulih mulai kuartal kedua,” ujarnya.

Sementara itu, estimasi dari peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan di LPEM FEB UI Teuku Riefky berada di kisaran 4,9% hingga 5%.

Hal tersebut menimbang perkembangan terkini terkait kondisi ekonomi domestik dan tekanan ekonomi global, Indonesia tidak berada pada posisi yang baik untuk meraup potensi manfaat dari perang dagang yang akan terjadi.

Di sisi lain, kondisi ekonomi domestik juga belum menunjukkan adanya pemulihan produktivitas secara signifikan.

Kementerian Keuangan hingga saat ini belum menunjukkan sinyal revisi target 5,2% untuk 2025.

Meski demikian, Bank Indonesia telah lebih realistis dengan merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi RI pada 2025 ke level yang lebih rendah dari 5,1%, sejalan dengan memburuknya kondisi global.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan ekonomi masih akan tumbuh pada rentang 4,7% hingga 5,5%, dengan titik tengah 5,1%, namun berpotensi lebih rendah.

“Dipengaruhi secara langsung kebijakan AS [Amerika Serikat], yang menurunkan ekspor ke AS. Dampak tidak langsung akibat penurunan permintaan ekspor dari mitra dagang lain Indonesia, terutama dari China,” ujarnya dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu (23/4/2025). 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper