Bisnis.com, JAKARTA - Enam perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) menjalin kerja sama dengan The Borneo Initiative untuk memperoleh sertifikat pengelolaan hutan berkelanjutan versi Forest Stewardship Council.
Executive Member of the Board The Borneo Initiative (TBI) Jesse Kuljper mengatakan pengelolaan dan pengusahaan hutan di Indonesia harus didorong menuju praktek yang keberlanjutan.
"Saat ini sudah satu juta hektare hutan Indonesia yang dapat sertifikat FSC dengan kerjasama TBI, terutama di Papua dan Kalimantan," ujarnya dalam penandatanganan ke-7 antara TBI dengan APHI, akhir pekan (23/11/2013).
Kuljper menuturkan selain mendukung sertifikasi yang bersifat sukarela (voluntary), TBI juga mendukung Sistem Veerifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai sertifikasi yang diwajibkan pemerintah Indonesia.
"Kami apresiasi SVLK. Kami harap sertifikat FSC bisa membuka pasar yang lebih luas terutama di Amerika Serikat dan Eropa," katanya.
LSM yang berbasis di Belanda itu telah menjalin kerjasama dengan perusahaan kehutanan di Indonesia sejak 2010. Hingga November 2013, sebanyak 41 perusahaan telah menjalin kerjasama, mayoritas adalah anggota Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI).
Adapun penandatanganan ke-7 mencakup penyerahan sertifikat FSC kepada tiga perusahaan HPH dan penandatanganan kerjasama baru dengan enam perusahaan HPH.
Tiga perusahaan partisipan TBI yang baru mendapat sertifikat FSC, yakni PT Indexim di Kalimantan Tengah dengan luas areal konsesi 52.480 hektare, PT Gema Hutani Lestari di Maluku seluas 148,540 ha, dan Cloudy Bay Ltd di Papua Nugini seluas 148.900 ha.
Sementara itu, enam perusahaan HPH yang baru menjalin kerjasama dengan TBI, yakni PT Multi Wahana Wijaya di Papua Barat dengan konsesi seluas 107.740 ha, PT Asco Prima Nusantara di Papua Barat seluas 171.270 ha, PT Binturi Utama Murni Wood Industry di Papua Barat seluas 82.120 ha.
Selain itu, PT Wijaya Sentosa di Papua Barat dengan konsesi seluas 138.755 ha, PT Utama Damai Indah Timber di Kalimantan Timur seluas 49.250 ha, dan PT Karya Lestari di Kalimantan Timur dengan konsesi seluas 49.123 ha.
Aristiadi Widodo, Direktur Utama PT Multi Wahana Wijaya, menuturkan perusahaan telah memperoleh sertifikat mandatory, yakni Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan SVLK pada 2012. Kini, perusahaan mengambil langkah maju dengan menjajaki proses guna memperoleh sertifikat FSC.
"Kerja sama dengan TBI supaya kita belajar agar bisa memenuhi persyaratan FSC. Asistensi teknis itu setara US$2/ha, sisanya kontribusi dari kami," katanya.
Sertifikasi pengelolaan hutan berkelanjutan yang diakui secara global dinilai Aristiadi penting dalam bisnis kehutanan, terutama di sektor hulu. Pasalnya, permintaan dan tuntutan pasar terhadap kayu legal dan ramah lingkungan akan semakin tinggi.
Direktur TBI Indonesia Rizki P. Permana mengatakan salah satu syarat agar HPH bisa menjadi partisipan program TBI adalah memiliki konsesi minimal 35.000 hektare dan aktif berproduksi.
"Prinsip pengelolaan hutan versi FSC ini bisa mengontrol biaya operasional, hutan tetap sustainable, dan hasil kayu dapat pasar premium. Makanya program kami membantu HPH di Indonesia untuk memperoleh sertifikasi dari FSC," tuturnya.
TBI menyediakan dukungan dana dan asistensi teknis setara dengan US$2-3/ha areal konsesi HPH. Dukungan maksimal yang diberikan adalah sebesar 50% dari total biaya sertifikasi FSC.