Bisnis.com, JAKARTA – Serapan benih padi hibrida hingga saat ini masih sangat rendah yakni hanya 2% dari total luas lahan padi yang mencapai 12 juta ha lebih.
Petani rupanya enggan menanam padi jenis hibrida karena dinilai tidak memberikan peningkatan produksi yang signifikan.
Presdir PT DuPont Indonesia George Hadi Santoso mengatakan mahalnya biaya produksi membuat harga jualnya juga mahal, meskipun ada peningkatan produksi tetapi tidak signifikan.
Karena itulah petani enggan menanam padi jenis ini dan memilih memakai padi konvensional.
“Biaya produksi memang mahal, belum ketemu cara yang tepat untuk menurunkan biaya tersebut. Hal ini dialami oleh semua produsen benih padi hibrida di Indonesia,” katanya, Rabu (11/12/2013).
George menjelaskan potensi peningkatan produksi yang diberikan padi jenis ini rata-rata hanya 25% dibandingkan dengan padi konvensional sementara petani harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membeli padi jenis ini.
Selain itu sebagian besar petani tidak terbiasa memakai benih hibrida karena butuh perawatan dan biaya ekstra.
"Masalah utamanya itu petani terbiasa dengan padi konvensional, sementara kalau beli benih hibrida kan harus keluar uang dulu, ini yang memberatkan petani,” jelasnya.
Upaya pemerintah mengenalkan benih padi hibrida juga kurang maksimal dan cenderung mengurusi komoditas lain seperti jagung dan kedelai karena produksinya masih rendah.
"Sementara produksi padi nasional sudah tinggi dan diperkirakan sudah mencapai target swasembada," ujarnya.
Petani Enggan Tanam Padi Hibrida. Ini Alasannya
Serapan benih padi hibrida hingga saat ini masih sangat rendah yakni hanya 2% dari total luas lahan padi yang mencapai 12 juta ha lebih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : M. Taufiqur Rahman
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium