Bisnis.com, JAKARTA—Ditjen Pajak menyebutkan kasus wajib pajak yang melaporkan faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya selama 2008-2013 mencapai 100 kasus, dengan kerugian negara sekitar Rp1,5 triliun.
Direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak Yuli Kristiono mengatakan setoran faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya semakin marak. Bahkan, lanjutnya, kasus faktur pajak tercatat lebih dari 50% dari seluruh kasus pidana pajak.
“Kami akan terus menyelidiki semua yang terlibat dalam kasus faktur pajak, baik dari penerbit, pengguna maupun pengedar, karena kalau tidak, masalah faktur pajak tidak akan pernah selesai,” ujarnya, Kamis (16/01).
Menurutnya, pelanggar hukum faktur pajak banyak terjadi di sektor perdagangan, tetapi secara keseluruhan hampir terjadi di semua lintas sektor. Oleh karena itu, Ditjen Pajak menghimbau account representative untuk melaporkan bila ada indikasi penyimpangan.
Apabila laporan tersebut terbukti ada indikasi penyimpangan, lanjutnya, Ditjen Pajak akan melakukan langsung menaikkan indikasi tersebut menjadi proses penyelidikan. Dia berharap langkah tersebut dapat menimbulkan efek jera terhadap pelaku.
Sekedar informasi, faktur pajak adalah dokumen yang digunakan dalam administrasi PPN sebagai bukti pemungutan PPN. Adapun, pengusaha yang boleh memungut PPN harus memiliki status sebagai pengusaha kena pajak (PKP).
Di tempat yang sama, Direktur Pelayanan Penyuluhan dan Humas Ditjen Pajak Kismantoro Petrus mengatakan Ditjen Pajak telah melakukan berbagai cara untuk memperbaiki administrasi pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) antara lain, faktur pajak.
“Perombakan besar-besaran dalam administrasi pemungutan PPN terutama faktur pajak juga membuat PPN pada 2012 yang lalu melonjak drastis dibandingkan dengan tahun sebelumnya, karena yang menggerogoti PPN sudah semakin berkurang,” katanya.
Seiring maraknya kasus faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya, pemerintah mencari cara yang efektif untuk menangggulanginya, a.l. dengan melakukan kegiatan registrasi ulang dan penomoran baru faktur pajak.
Pada 2013, Ditjen Pajak mengubah otorisasi pemberian nomor pada faktur pajak. Pengusaha sebelumnya leluasa dalam mencantumkan nomor faktur, tetapi kini hal itu tidak bisa dilakukan lagi karena nomor faktur pajak mulai dijatah oleh Ditjen Pajak.
Di saat yang sama, pemerintah juga mengeluarkan PER-24/PJ/2012 dan SE-52/PJ/2012 tentang pemberian penomoran faktur pajak yang berlaku efektif 1 April 2013. Adapun, pengusaha juga tidak lagi menggunakan nomor faktur pajak secara urut.
Kismantoro menambahkan Ditjen Pajak akan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan KPK, untuk melaksanakan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan predicate crime di bidang perpajakan.
Dia juga berharap masyarakat dapat berperan aktif membantu memberantas peredaran faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya, dengan cara mencermati dokumen transaksi dari lawan transaksinya, dan melakukan konfirmasi atau faktur ajak masukan yang diterimanya
Penyelewengan Faktur Pajak capai 100 Kasus
Ditjen Pajak menyebutkan kasus wajib pajak yang melaporkan faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya sejak 2008-2013 mencapai 100 kasus, dengan kerugian negara sekitar Rp1,5 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Ringkang Gumiwang
Editor : Ismail Fahmi
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
12 jam yang lalu