Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tahan Repatriasi Laba, Revisi Tax Allowance Terbit Mei

Pemerintah berjanji menerbitkan revisi aturan tax allowance Mei untuk mengerem arus repatriasi laba perusahaan asing yang biasanya deras pada pertengahan tahun dan menekan nilai tukar rupiah.

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah berjanji menerbitkan revisi aturan tax allowance Mei untuk mengerem arus repatriasi laba perusahaan asing yang biasanya deras pada pertengahan tahun dan menekan nilai tukar rupiah.

Seperti diketahui, pemerintah berencana memberikan insentif fiskal berupa tax allowance bagi perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang bersedia menginvestasikan kembali (reinvestasi) labanya di Indonesia.

Insentif yang diberikan berupa masa kompensasi kerugian lebih dari 5 tahun.

Dalam PP No 52/2011 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu, reinvestasi laba tidak masuk ke dalam persyaratan perusahaan yang bisa memperolah perpanjangan masa kompensasi kerugian.  

Nilai kerugian selama lebih dari 5 tahun itu nantinya menjadi angka pengurang PPh setelah perusahaan menangguk untung.

“Mudah-mudahan insentif kita mengenai repatriasi sudah bisa keluar pada periode itu (Mei-Juni),” kata Wakil Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro saat ditanya tentang langkah menekan repatriasi laba tahun ini, Jumat (11/4/2014).

Meskipun demikian, Bambang meyakini tekanan terhadap rupiah akibat repatriasi laba tidak akan sebesar tahun lalu.

Pada kuartal II/2013, repatrasi laba naik menjadi US$0,9 miliar dari US$0,2 miliar kuartal sebelumnya, berbarengan dengan defisit transaksi berjalan yang melebar ke 4,4% dari produk domestik bruto (PDB).

Menyusul performa neraca pembayaran Indonesia yang memburuk itu, nilai tukar rupiah yang dibayangi isu tapering off the Fed, terdepresiasi hingga 11% (year to date) ke kisaran Rp11.000 per dolar Amerika Serikat pada Agustus 2013.

Adapun tahun ini, surplus neraca perdagangan diikuti penyempitan defisit transaksi berjalan diperkirakan berlanjut setelah mengalami perbaikan sejak akhir tahun lalu. Hal itu akan menjadi katalisator dampak repatriasi laba.

Neraca perdagangan mencetak surplus sekitar US$340 juta sepanjang 2 bulan pertama sehingga defisit transaksi berjalan kuartal I/2014 diperkirakan lebih baik dari posisi periode sama tahun lalu yang 2,7% terhadap PDB.

Current account deficit-nya (kuartal II/2014) mungkin menyentuh 3%, tapi tidak sampai 4% sekian seperti tahun lalu,” kata Bambang.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper