Bisnis.com, JAKARTA - Pengkajian lebih lanjut atas rancangan undang-undang Pertanahan dinilai mutlak diperlukan guna menjaga potensi pertumbuhan sektor industri nasional.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan pengkajian tersebut untuk mengakomodasikan sejumlah permasalahan yang dapat timbul dari beleid sementara regulasi tersebut.
Salah satu poin yang perlu mendapat perhatian dari RUU tersebut, sebutnya, adalah terkait dengan pembatasan tanah untuk keperluan bisnis atau di bidang kawasan industri, yaitu 200 hektare.
"Secara prinsip pemilikan tanah memang harus dibatasi agar tidak menimbulkan ekses-ekses monopoli di bidang penguasaan tanah dan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia," ungkapnya di sela-sela seminar RUU Pertanahan di Jakarta, Selasa (6/5/2014).
Kendati diperlukan, dia menyatakan pembatasan luas tanah yang dikuasai dengan status hak guna bangunan (HGB) itu akan menjadi kendala tersendiri dalam menunjang program pemerintah dalam meningkatkan daya saing industri nasional.
Menurutnya, pembatasan luas maksimal 200 ha itu akan membuat para pelaku usaha enggan mengembangkan kawasan industri sebab tidak layak secara ekonomis.
M.S. Hidayat menjelaskan luas minimal kawasan industri yang secara ekonomis masih memberikan keuntungan bagi pengelola kawasan industri mencapai kisaran 1.000 ha.
"Salah satu industri otomotif di kawasan industri saja telah melakukan pembelian seluas 100 ha," ungkapnya
Oleh karena itu, dia menuturkan tanpa ada pengkajian lebih lanjut program pemerintah untuk menyediakan kawasan industri, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 3/2014 tentang Perindustrian, menjadi terhambat.
Dengan begitu, sambungnya, pertumbuhan sektor industri, yang paling dominan dalam struktur perekonomian nasional dan menyediakan lapangan kerja baru, tidak berjalan optimal.