Bisnis.com, JAKARTA-- Tidak adanya beleid yang mengatur mengenai domain ruang publik dan privat di bawah tanah membuat pemerintah menghindari aset privat dalam pembangunan mass rapid transsit (MRT) Jakarta.
Direktur Perkotaan Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum Dadang Rukmana mengatakan hal tersebut ditujukan untuk menghindari konflik atas kepemilikian ruang bawah tanah tersebut di kemudian hari.
"Saat ini pemerintah hanya dapat memanfaatkan aset publik seperti jalan dan sebagainya untuk trase pembangunan MRT," katanya, Selasa (6/5/2014).
Mengenai pembatasan tersebut, dia menjelaskan untuk tanah yang di atasnya ada struktur bangunan, maka pada kedalaman pondasi+10 meter sudah dapat dikatakan ruang publik.
Sementara, untuk yang tidak ada pondasi, maka ruang publik bisa dimulai dari kedalam 40 meter.
“Jadi, jika ada bangunan yang pondasinya mencapai 50 meter, maka ruang publik mulai dari kedalaman 60 meter. D ruang publik ini, pemerintah bisa melakukan pembangunan tanpa harus membayar ganti rugi,” jelasnya.