Bisnis.com, JAKARTA - Rancangan undang-undang Pertanahan diharapkan dapat mengakomodasikan tata cara yang memudahkan perpanjangan dan pembaharuan hak dengan mudah.
Wakil Ketua Umum bidang Hukum dan Perundang-Undangan DPP REI (Realestate Indonesia), Ignesjz Kemalawarta, mengatakan dalam RUU yang tengah disusun dan merupakan inisiatif DPR tersebut perlu dikritisi dalam beberapa pasalnya.
"Di dalam RUU Pertanahan ketentuan yang sangat mempengaruhi dunia usaha dan investor adalah masalah jangka waktu hak atas tanah," katanya di sela-sela seminar RUU Pertanahan, Selasa (6/5/2014).
Menurutnya, bila pemberian hak guna bangunan (HGB) sekaligus untuk 50 tahun dan diperpanjang 20 tahun lagi tidak memungkinkan, panitia kerja RUU mesti memastikan ketentuan bagi tata cara pembirian izin yang mudah.
"Sehingga bisa menjamin kepastian hukum bagi dunia usaha dan investor," ujarnya.
Hal itu, jelasnya, bisa dilakukan dengan mencantumkan rumusan yang ada dalam PP No.40/1996. Aturan itu, lanjut Ignesjz, memungkinkan diajukannya permohonan perpanjangan dan pembaharuan hak pada saat pertama kali mengajukan dengan persyaratan tertentu.
"Itu disertai juga kontrol penggunaan tanah sehingga bilamana terjadi penyimpangan maka hak tanah dicabut," jelasnya.
Selain itu, RUU Pertanahan perlu mengatur adanya kriteria yang jelas dan proporsional atas sebutan tanah terlantar yang menjadi objek reforma agraria. "Sehingga hal itu tidak menimbulkan keresahan dan peluang bagi para pihak yang memanfaatkan ketidakjelasan kriteria dan kondisi tersebut," imbuhnya.