Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah menilai PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tidak akan bisa mengatasi defisit listrik sendirian karena meningkatnya kebutuhan listrik nasional tak sebanding dengan kemampuan PLN.
Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2013-2023, diperlukan tambahan kapasitas pembangkit sebanyak 59,5 GW untuk melayani pertumbuhan kebutuhan listrik yang mencapai 386 TWh pada 2023. Dari kapasitas tersebut, PLN hanya akan membangun 16,9 GW.
Peran terbesar diserahkan kepada swasta melalui skema independent power producer (IPP) yakni sebesar 25,5 GW. Sisanya, sebesar 17,1 GW merupakan proyek unallocated, yaitu pembangkit yang belum ditetapkan pengembang maupun sumber pendanaannya.
Dalam dokumen yang menjadi acuan penyediaan listrik di Indonesia tersebut, tersirat adanya penurunan peran PLN dalam upaya melistriki Nusantara. Misalnya pada 2019, PLN hanya akan memenuhi kebutuhan pembangkit sebesar 55 MW, sementara IPP memasok 6.410 MW.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo mengatakan PLN tidak akan bisa memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia sendirian. Pasalnya, kemampuan PLN memenuhi kebutuhan listrik tidak sebanding dengan meningkatnya kebutuhan listrik.
“Pemenuhan listrik di Indonesia mencapai US$12,5 miliar setiap tahun, sementara kemampuan PLN hanya US$5 miliar per tahun,” ujarnya, Kamis (15/5/2014).
Berdasarkan data yang diolah Bisnis, kebutuhan tenaga listrik Indonesia akan meningkat 8,4% setiap tahun yakni meningkat dari 189 TWh menjadi 386 TWh pada 2023. Pelanggan juga meningkat dari 54 juta menjadi 77 juta atau bertamba 2,7 juta per tahun hingga 2022. Penambahan pelanggan akan meningkatkan rasio elektrifikasi dari 79,6% menjadi 97,7%.
Susilo menjelaskan pemerintah harus mengundang investor untuk memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat. Nantinya, pemerintah hanya akan membangun pembangkit listrik yang tidak diminati swasta. “Tidak semua yang membangun negara,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah saat ini tengah menyiapkan regulasi power wheeling yang memungkinkan sektor swasta membangun pembangkit dan menjual listrik secara business to business tanpa melalui PLN.
“Harga listrik yang dibangkitkan sendiri oleh industri akan lebih murah dari biaya pokok penyediaan (BPP) listrik yang dibangun oleh PLN,” katanya.
Direktur Utama PLN Nur Pamudji mengakui adanya peningkatan peran swasta dalam upaya penyediaan listrik nasional. Menurutnya, peningkatan peran swasta tak lepas dari tingginya tingkat pertumbuhan kebutuhan listrik di Indonesia yakni mencapai angka 8,4% per tahun.
“PLN memang ingin memberi peran lebih besar kepada swasta untuk mencukupi kebutuhan listrik, sisanya akan dipenuhi oleh PLN,” ujarnya.
Dia mengungkapkan PLN tidak lagi menjadi satu-satunya pemegang hak monopoli penyediaan listrik nasional sejak DPR mengesahkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Beleid tersebut membuka kesempatan pada sektor swasta, koperasi, dan badan usaha milik daerah (BUMD) untuk mengembangkan usaha penyediaan listrik dalam rangka mempercepat elektrifikasi.