Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan sektor properti ternyata dinilai masih cukup signifikan di tengah perlambatan ekonomi nasional.
Sunarsip, Ekonom The Indonesia Economic intelligence, mengatakan penerapan kebijakan uang ketat (tight money policy) oleh BI, dengan transmisi penaikan suku bunga acuan (BI Rate)yang memicu kenaikan suku bunga kredit perbankan, diarahkan untuk memperlemah aktifitas ekonomi.
Tujuan itu, lanjutnya, terbukti dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,2% pada kuartal I/2014.
Selain terutama diakibatkan oleh kebijakan sektoral berupa larangan ekspor, kondisi itu juga dipicu oleh penurunan pertumbuhan kredit perbankan.
Kendati begitu, dia menyatakan pertumbuhan sektor properti dan konstruksi relatif lebih netral.
"Kebijakan uang ketat terbukti berdampak. Tidak hanya bagi bagi sektor yang selama ini jadi tumpuan, tapi juga bagi yang secara kontribusi rendah. Namun, yang masih tinggi itu, properti dan konstruksi masih tinggi, relatif lebih netral," katanya kepada Bisnis, Senin (19/5/2014).
Dia memperkirakan masih tingginya kinerja itu salah satunya dilatarbelakangi sumber dana sektor properti yang tidak banyak memanfaatkan fasilitas perbankan.
Menurutnya, sektor properti lebih banyak mengandalkan dana modal berbasis equity dan saham.
Di samping itu, lanjut Sunarsip, kondisi itu juga dipicu oleh masih tingginya aksi spekulasi properti.
"Pelaku pasar masih berekspektasi yang terlalu tinggi soal kenaikan harga, seolah-olah kenaikan PBB [Pajak Bumi dan Bangunan] tidak ada pengaruhnya. Padahal tight money policy diarahkan untuk menurunkan minat pelaku pasar," imbuhnya.