Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan-perusahaan penyedia energi yang ingin mendulang cuan dari panas bumi (geo thermal) patut bersiap akan adanya iuran tahunan kepada Kementerian Kehutanan dalam skema Payment Environmental Services (PES) mulai Juli 2014.
Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung Kementerian Kehutanan Bambang Supriyanto mengatakan, pihaknya telah melakukan pembicaraan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebelumnya.
“Kami usahakan pada Juli bisa segera disahkan dan masuk ke pasal iuran UU Panas Bumi,” ungkapnya di Jakarta, Selasa (3/6).
Dia menjelaskan, nantinya skema iuran bakal ditetapkan sebesar Rp6,5 per kwh yang dikeluarkan oleh perusahaan pengeksploitasi. Harapannya, iuran tersebut dapat mendongkrak anggaran pihaknya yang sempat dipangkas hingga Rp385 miliar. Apalagi, lanjutnya, potensi energi panas bumi Indonesia mencapai 29,5 gigawatt.
“Kami dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Panja Dewan Perwakilan Rakyat sudah menyepakati hal ini. Kedua pihak lain juga sudah kami jelaskan alasan masuk ke skema PES,” bebernya.
Adapun, lanjutnya, alasan iuran perusahaan pengeksploitasi energi panas bumi tersebut masuk ke skema PES karena seluruh wilayah energi panas bumi di Indonesia berada di gunung berapi.
“Semua gunung berapi kan masuk ke wilayah konservasi. Maka dari itu kami yang menghandle, dan akhirnya masuk skema PES. Saat ini ada lima perusahaan yang sedang memproses izin,” ujarnya.
Lebih lanjut, PES secara mudahnya didefinisikan sebagai transaksi imbalan antara penyedia jasa dan penerima jasa pengelolaan jasa hutan. Untuk domain publik sifatnya voluntary atau sukarela di luar kawasan konservasi. Namun untuk kawasan konservasi sifatnya mandatory alias diharuskan,
Pola pengembangan PES yang mungkin antara lain melaui pola imbalan atau insentif. Salah satunya memberi tambahan pendapatan terhadap penggunaan lahan ramah lingkungan di hulu.
Untuk hal ini terdapat pola kerjasama instansi sektoral antara lain alokasi sebagian anggaran dan program dari sektor-sektor pengguna jasa lingkungan kepada sektor pengelola dan pembina lingkungan di hulu, khususnya sektor kehutanan.
Juru bicara Forest Watch Indonesia Abu Meridian mengatakan langkah Kementerian Kehutanan tersebut bagus, karena wilayah konservasi rentan dengan adanya eksploitasi apapun.
“Diharapkan, adanya iuran tersebut mampu menjadi salah satu tanggung jawab bagi perusahaan pengeksploitasi panas bumi,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (4/6).
Namun, dirinya mengingatkan, adanya pengawas independen beserta masyarakat diperlukan untuk meneropong kinerja perusahaan tersebut di lapangan. Dia mengkhawatirkan adanya kecurangan yang dilakukan perusahaan sehingga tidak maksimal dalam melakukan kewajiban.
“Biasanya kecurangan dilakukan dengan menurunkan nilai publikasi. Jadi perusahaan tersebut membayar lebih rendah dari seharusnya,” ungkapnya.