Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan optimistis mengejar ketertinggalan untuk memenuhi produk furnitur di pasar Amerika.
Apalagi Indonesia memiliki SVLK (Sistem Verifikasi Legalisasi Kayu) sebagai sertifikat ramah lingkungan yang dipersepsi dunia sebagai keunggulan utama produk-produk Indonesia.
"Setiap produk furnitur Indonesia yang siap ekspor telah terjamin ramah lingkungan dan pasti telah memenuhi SVLK," ujar perwakilan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Chicago Wijayanto, Minggu (21/9/2014).
Tiongkok masih merajai produk furnitur di AS dengan nilai US$24 miliar atau 50% dari total nilai impor furnitur AS. Indonesia tertinggal di deretan ke-8 dengan nilai impor US$713 juta atau hanya 2% dari total nilai impor furnitur AS.
"Indonesia berpotensi untuk terus meningkatkan pangsa pasar produk furnitur di AS. Kuncinya adalah rajin membaca tren furnitur di AS dan juga gencar berpromosi,” tambah Wijayanto.
Dalam lima tahun terakhir, nilai impor produk furnitur di AS terus berkembang dengan rata-rata 6,2% per tahun hingga mencapai US$21,5 miliar. Nilai tersebut diprediksikan terus meningkat sekitar 7,1% hingga 2019.
Wijayanto menekankan pentingnya produsen furnitur Tanah Air untuk memahami selera pasar AS agar pangsa pasar furnitur Indonesia di AS dapat terus meningkat.
“Selera buyer AS bervariasi. Salah satu buyer yang hadir berminat mencari desain-desain unik dengan bahan baku unik, seperti misalnya kayu organik atau ramah lingkungan. Dalam hal ini, furnitur Indonesia memiliki keunggulan dibandingkan produk furnitur dari negara lainnya," imbuhnya.
Menurut Wijayanto, pasar furnitur luar ruang cukup besar di AS mengingat pada saat musim panas atau di daerah-daerah tropis di AS, banyak restoran, hotel, ataupun rumah menggunakan ruangan luarnya sebagai patio atau tempat untuk makan dan rekreasi.