Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Perdagangan akan memberi perhatian lebih terhadap ekspor furnitur ke China. Sebab, peluang pasar furnitur yang besar di negara tersebut selama ini masih lolos dari genggaman.
“Ekspor furnitur tahun lalu US$1,8 miliar, dan tahun ini diharapkan sampai US$2 miliar. Yang mengejutkan, proporsi ekspor furnitur kita ke China tahun lalu hanya sekitar US$25 juta. Ini sangat kecil kalau melihat potensi kita maupu besarnya pasar di China,” jelas Wamen Perdagangan Bayu Krisnamurthi, Selasa (23/9).
RRT sendiri merupakan negara tujuan ekspor produk furnitur terbesar ke-15 bagi Indonesia. Posisinya masih kalah dibandingkan dengan AS, Jepang, Inggris, Belanda, Jerman, Prancis, Australia, Belgia, dan Korea Selatan.
Salah satu langkah yang sedang getol ditekuni Kemendag adalah membangun permanent display khusus untuk produk furnitur buatan UKM RI di berbagai kota potensial di negara tersebut. Salah satu yang baru-baru ini diresmikan adalah House of Indonesia di Shanghai.
Selain di Shanghai, terdapat 3 permanent display sejenis, yaitu di Nanning, di Tianjing (bernama House of East Java), dan di Yiwu (bernama Made in Indonesia). Rencananya, wadah serupa akan dibangun di Beijing dan Chongqing.
“Kalau yang di Shanghai itu hanya berbentuk 1 toko di dalam sebuah mal, sedangkan di Nanning adalah satu kompleks rumah yang dibangun khusus untuk memamerkan furnitur dan tekstil Indonesia. Kalau yang di Tianjing juga dipakai untuk memamerkan produk lain selain dari Jawa Timur.”
Bayu mengungkapkan House of Indonesia di Shanghai dimiliki oleh pengusaha Indonesia, sedangkan di Nanning adalah milik pengusaha China. Adapun, House of East Java di Tianjing dan Made in Indonesia di Yiwu adalah hasil kolaborasi pemerintah dan pengusaha.
“Ini adalah bagian dari usaha mempromosikan produk, bukan hanya furnitur, tapi juga tekstil khususnya batik, juga produk-produk lain seperti alas kaki, elektronik, dan makanan olahan. Model ini juga dipakai untuk mempromosikan produk RI di Amerika Selatan.”