Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Depresiasi Rupiah/US$, Pengusaha Harapkan Optimalisasi Baja Lokal

Pebisnis di sektor konstruksi berharap lebih banyak baja ringan yang diproduksi menggunakan bahan baku domestik. Hal ini dapat membantu menjaga kestabilan harga baja di tengah depresiasi mata uang Garuda terhadap dolar AS.
 Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA—Pebisnis di sektor konstruksi berharap lebih banyak baja ringan yang diproduksi menggunakan bahan baku domestik. Hal ini dapat membantu menjaga kestabilan harga baja di tengah depresiasi mata uang Garuda terhadap dolar AS.

Ketua Komite Daya Saing dan Dukungan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) Darmatyanto mengatakan hampir seluruh kebutuhan bahan baku baja ringan yang diserap sektor konstruksi berasal dari luar negeri alias impor.

"Oleh karena itu kita harus olah bijih besi di dalam negeri karena kurs itu pengaruh sekali terhadap harga. Kalau rupiah melemah, harga baja pasti berubah naik," tuturnya saat dihubungi Bisnis, Jumat (26/9/2014).

Kebutuhan nasional baja ringan di dalam negeri berkisar 626.163 ton. Tapi produsen lokal baru bisa memenuhi sekitar separuh dari kebutuhan. Sebanyak 305.000 ton dipasok dari beberapa perusahaan baja paduan terbesar di dalam negeri.

Adapun tiga produsen baja paduan yang dimaksud ialah PT BlueScope Lysaght Indonesia, PT Saranacentra Bajatama Tbk., dan PT Sunrise Steel. Para perseroan ini menguasai lebih dari 50% pasar baja ringan nasional.

Perusahaan jasa konstruksi (kontraktor) memproyeksikan sampai tiga bulan ke depan harga baja ringan bakal melambung sedikitnya 10% - 15%. Kondisi ini terdorong aktivitas konstruksi properti yang menjelang kuartal terakhir trennya meningkat hingga 30% dibandingkan dengan periode awal tahun.

"Kebutuhan baja ringan memang meningkat pada September sampai November, tetapi harga naik juga terpengaruh juga kurs rupiah," ucap Darmatyanto.

Depresiasi rupiah berpotensi mendongkrak harga baja ringan semakin melambung. Hal ini berpeluang menekan permintaan baja ringan di dalam negeri kendati trennya meningkat. Tak tertutup kemungkinan pula kontraktor akhirnya memilih produk impor.

Pada 2012 dan 2013, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya peningkatan kebutuhan baja ringan sekitar 22% setiap tahun. Kondisi ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang berimbas terhadap geliat sektor konstruksi, baik properti maupun infrastruktur.

Asosiasi Produsen Baja Ringan sebelumnya menyatakan impor baja dengan pos tarif HS 72106111000 sejumlah 249.742.890 kg pada 2012, dan 321.163.569 kg pada 2013. Pada umumnya produk ini dipakai untuk bahan bangunan properti.

"Pengerjaan konstruksi menggunakan baja atap ringan memang lebih mudah dan cepat tetapi perlu kehati-hatian dalam pemasangan strukturnya," ujar Darmatyanto.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper