Bisnis.com, BANDUNG—Pemerintah Provinsi Jawa Barat meminta pemberantasan monopoli dan oligopoli produk pertanian agar berdampak pada kesejahteraan masyarakat umum, khususnya petani.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan untuk mencapainya, kalangan petani perlu difasilitasi agar mampu mengisi pasar, termasuk pangsa ekspor, ketika praktik monopoli-oligopoli diberantas.
Heryawan mengatakan penghapusan praktik monopoli-oligopoli perdagangan produk pertanian dan turunannya, tidak otomatis mengangkat kesejahteraan petani.
"Jabar sudah mengekspor mangga, manggis, ubi cilembu, kopi, dan lain-lain. Kalau pelaku ekspor itu-itu saja dan petani cuma jadi penonton, tentu kita sayangkan. Jadinya, kesejahteraan petani tidak berkembang," paparnya di Bandung, Rabu (15/10/2014).
Menurutnya, pemerintah daerah senantiasa berupaya memfasilitasi petani mampu mengisi pasar ekspor. Pihak swasta dan lembaga lain juga diharap membantu upaya ini.
Heryawan menjelaskan monopoli-oligopoli pada dasarnya bisa terjadi di mana saja baik tingkat bandar maupun eksportir. Namun, selama ini sering terdengar praktik monopoli-oligopoli sering terjadi di tingkat eksportir.
"Meskipun melakukan ekspor belum tentu memberikan kesejahteraan yang layak bagi petaninya, tetapi lebih kepada eksportirnya," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, perlu diantisipasi dan hal tersebut tidak boleh terjadi di Jabar sehingga petani harus mendapatkan kesejahteraan yang layak.
"Monopoli-oligopoli itu merugikan masyarakat, maka dari itu harus diantisipasi sedini mungkin,” katanya.
Heryawan juga menyinggung pendekatan legal formal KPPU dalam memberantas praktik monopoli-oligopoli. Hal ini memungkinkan pelaku usaha tampak sejumlah pihak atau tidak dimonopoli, namun boleh jadi orangnya sama.
“Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri KPPU, khususnya dalam kerangka mendorong masyarakat biasa, khususnya petani, turut menjadi pelaku usaha.”
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Jawa Barat menyarankan pemerintah memberikan pemahaman tentang mata rantai distribusi produksi pertanian terhadap petani.
Pasalnya, selama ini para petani hanya mengandalkan tengkulak untuk mengakses pasar produksi pertanian.
Ketua HKTI Jabar Entang Sastratmaja mengatakan hal tersebut diberikan kepada petani yakni tata cara mata rantai pasar produksi pertanian sehingga mereka selain memproduksi juga berwirausaha.
“Petani harus diberikan wawasan wirausaha, sehingga hal tersebut akan mendongkrak kesejahteraan pada mereka,” ujarnya.
Dia menjelaskan terutama petani yang masih muda dianggap lebih mudah diberi pemahaman tentang wirausaha.
“Hal ini bertujuan juga untuk berdaya saing saat pasar bebas Asean tahun depan, di mana produksi pertanian Indonesia harus mampu menguasai pasar domestik maupun Asean,” ujarnya.