Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ANGKUTAN DARAT: Siasat Menjegal Sang Ilegal

Salah satu pengganjal bisnis pengangkutan penumpang berbasis jalan raya saat ini adalah merebaknya angkutan yang tidak memiliki izin trayek atau sering disebut angkutan ilegal.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA-- Salah satu pengganjal bisnis pengangkutan penumpang berbasis jalan raya saat ini adalah merebaknya angkutan yang tidak memiliki izin trayek atau sering disebut angkutan ilegal.

Karena itu, perlu upaya nyata untuk menindak angkutan ilegal yang mayoritas berplat kendaraan berwarna hitam tersebut.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Organda Andriansyah mengatakan angkutan jenis ini, lanjutnya, biasanya beroperasi pada jarak dekat dan menengah yakni waktu tempuh yang tidak lebih dari 12 jam.

“Kerugian yang bisa dialami oleh kami selaku operator resmi bisa sampai 30%. Kalau mau lihat contoh, tidak perlu jauh-jauh, di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng saja, jumlah angkutan ilegal mencapai 400 unit dan memenuhi parkiran bandara,” terangnya, Selasa (9/12).

Organda, lanjutnya, sudah berkali-kali menuntut agar aparat yang berwenang melakukan penindakan dalam hal ini pihak kepolisian untuk bertindak, tapi praktik tersebut tidak kunjung berakhir.

Namun, secercah harapan untuk memberantas angkutan ilegal itu muncul setelah pemerintahan baru pimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla mulai bekerja. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, atas usulan DPP Organda kemudian menyurati Kepala Kepolisian Republik Indonesia pada 18 November 2014.

Dalam surat bertajuk permohonan penertiban angkutan ilegal tersebut, Menhub menyitir amanat Undang-unda ng (UU) No 22/2009 tentang lalu lintas angkutan jalan yang menyatakan pemerintah wajib memberikan jaminan pelayanan kepada pengguna jasa angkutan umum dan memberikan perlindungan kepada perusahaan dengan menjaga keseimbangan penyediaan dan permintaan angkutan umum.

Selain itu, juga dicantumkan alasan keluhan dari pengusaha angkutan darat atas beroperasinya angkutan ilegal yang tidak memenuhi persyaratan perizinan, kelaikan kendaraan serta kewajiban asuransi dalam operasionalnya.

“Selain itu perlu diambil berbagai langkah untuk meringankan beban perusahaan angkutan umum akibat kenaikan harga BBM tertentu,” bunyi surat tersebut.

Karena itu, untuk menjaga kelangsungan industri jasa angkutan umum dan sebagai bentuk perlindungan kepada angkutan umum resmi, Menhub meminta Kapolri beserta jajarannya di daerah untuk memberikan dukungan melalui penertiban terhadap pengoperasian angkutan ilegal.

Tidak ingin kehilangan momentum, DPP Organda pun mengirimkan surat sejenis kepada Kapolri pada 24 November 2014. Selain memuat berbagai poin yang sudah tercantum dalam surat Menhub, surat dari Organda tersebut juga mencantumkan hasil Musyawarah Kerja Nasional IV di Semarang.

“Mukernas itu merekomendasikan untuk dilakukan penertiban angkutan ilegal yang telah berkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia,” kata Andriansyah.

Lalu, bagaimana dengan tanggapan Polri setelah menerima dua surat tersebut? Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F. Sompie mengatakan dalam UU No. 22/2009, , Polri hanya memiliki hak untuk menegakkan hukum seperti pelanggaran arus, pelanggaran marka jalan, dan sebagainya.

Sementara itu, pelanggaran izin trayek yang dilakukan oleh angkutan penumpang ilegal bukanlah kewenangan Polri.

“Yang mengeluarkan izin trayek itu pemda, jadi Polri tidak bisa melakukan penertiban,” katanya kepada Bisnis.

Polri, sambungnya, hanya bisa memback-up melalui tenaga pengamanan jika pemda melakukan penertiban.

Kemudian, Polri juga bertindak melalui penilangan terhadap kendaraan plat hitam yang mengangkut penumpang tanpa izin yakni penilangan. Namun, sanksi tersebut menurutnya tidak akan menimbulkan efek jera.

“Seharusnya mobil disita dulu atau bagaimana. Kalau hanya ditilang tidak tepat sasaran, jangan sampai Polri over dalam menegakkan hukum” ujar Ronny.

Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Angkutan Darat Kementerian Perhubungan Sugihardjo mengatakan jajarannya pun mengusulkan mekanisme pengisolasian angkutan ilegal sehingga tidak bisa mendapatkan BBM bersubsidi yang dikhususkan bagi angkutan umum.

“Setiap angkutan yang resmi akan mendapatkan chip khusus dari Kementerian ESDM melalui Pertamina. Biaya pemasangan chip dianggarkan oleh pertamina dan diserahkan kepada kewenangan pemberian izin penyelenggaraan angkutan,” tambahnya.

Kemenhub, ujarnya, juga melakukan kendali terhadap pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM) penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek maupun tidak dalam trayek dengan memberikan stiker SPM, sehingga kendaraan umum yang tidak dilengkapi stiker tidak mendapatkan subsidi BBM.

“Pihak pengusaha dalam hal ini Organda juga dilibatkan untuk melakukan pengawasan langsung di SPBU khusus yang menyalurkan BBM bersubsidi bagi angkutan umum,” ujarnya.

Menurutnya, sarana transportasi publik harus mendapatkan subsidi dari pemerintah.”Suka tidak suka, memang harus mendapatkan subsidi. Di seluruh dunia hal semacam ini dipraktikkan dengan baik”.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper