Bisnis.com, JAKARTA—Proyek Refining Development Masterplan Program (RDMP) diyakini menjadi salah satu solusi bagi berbagai tantangan di sektor migas, terutama ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM) dan efisiensi kilang yang terus berkurang.
Vice President Refining Technology Direktorat Pengolahan Budi Santoso Syarif PT Pertamina (Persero) mengatakan dengan fluktuasi harga minyak mentah, regulasi produk yang berubah, dan tuntutan akan perlindungan terhadap lingkungan yang semakin ketat, RDMP menjadi sangat relevan untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut.
"RDMP juga akan meningkatkan ketahanan energi nasional karena akan mengurangi Indonesia terhadap ketergantungan impor BBM,” katanya di Jakarta, Jumat (23/1/2015).
Menurutnya kondisi kilang Pertamina saat ini sudah sangat tua karena didirikan antara tahun 1920-an hingga 1990-an. Adapun desain awalnya untuk mengolah minyak mentah lokal, yang umumnya berjenis light sweet crude ataurendah kadar sulfurnya.
"Hasilnya pun disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia pada saat itu, yaitu premium, kerosene, dan solar," ujarnya.
Seperti diketahui, RDMP diproyeksikan akan mendongkrak kapasitas pengolahan minyak mentah dari posisi saat ini sekitar 820.000 barel per hari (bph) menjadi 1,68 juta bph atau dua kali lipat.
Fleksibilitas kilang juga akan meningkat, yang diantaranya ditunjukkan dengan kemampuan mengolah minyak mentah dengan tingkat kandungan sulfur setara 2%. Adapun kandungan sulfur pada minyak mentah yang dapat ditoleransi saat ini hanya 0,2%.
Selain itu, produk-produk yang dihasilkan akan memiliki kualitas tinggi sehingga bisa meningkatkan standarnya menjadi Euro IV dari Euro II.