Bisnis.com, PADANG—Realitas dan kesulitan di lapangan membuat kebijakan Menteri KKP Susi Pudjiastuti seakan digoyang berbagai penghalang.
Dinas Kelautan dan Perikanan Padang menyurati Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait dua peraturan menteri yang dinilai sulit diterapkan di daerah tersebut karena belum jelasnya solusi yang diberikan.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Padang Zalbadri menuturkan lembaganya sudah menyurati KKP melalui DKP Sumatra Barat meminta kejelasan petunjuk teknis dan solusi atas pelaksanaan dua beleid baru yang dikeluarkan Menteri Susi.
“Kami surati pemerintah pusat [Kementerian Kelautan dan Perikanan] perihal aturan baru itu, lewat dinas provinsi,” katanya di Padang, Selasa (27/1/2015).
Dua peraturan yang diprotes tersebut adalah Permen KP No.1/2015 tentang penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan dan Permen KP No.2/2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah perikanan RI.
Kedua aturan tersebut dinilai hanya instruksi tanpa dibarengi solusi yang jelas, sehingga pemda tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk melakukan eksekusi.
“Kami belum terapkan, karena kalau kami larang nelayan sementara solusinya belum jelas, kami yang didemo,” ujarnya.
Dia menyebutkan untuk Permen No.1/2015 secara umum tidak ada persoalan di Padang, karena penangkapan lobster, kepiting maupun rajungan terhitung hanya dalam jumlah kecil, sehingga bisa diantisipasi dengan cepat.
Selain itu, juga tidak ada nelayan spesifik di daerah itu yang melakukan penangkapan untuk lobster maupun kepiting.
Namun, persoalan mendasar menurutnya adalah Permen No.2/2015 tentang larangan penggunan pukat hela dan pukat tarik. Pasalnya, hampir seluruh nelayan di Kota Padang masih menggunakan peralatan tradisional tersebut.
Dia menyebutkan sebanyak 6.976 orang nelayan di Padang sebagian besar masih menggantungkan hidup dengan menggunakan pukat tarik karena terbatasnya alat tangkap.
“Tidak mungkin kami larang kalau tidak ada solusi yang ditawarkan. Mereka menggantungkan hidup dari sana,” sebutnya.
Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Sumatra Barat Arismiyanto mengatakan aturan tersebut membelenggu nelayan, karena tidak jelasnya solusi yang ditawarkan agar pendapatan tidak turun.
“Kami akan berkomunikasi dan meminta penjelasan pemerintah terkait penerapan aturan-aturan baru itu,” katanya.
Aris menyebutkan untuk jangka panjang beleid yang dikeluarkan tersebut memiliki tujuan bagus, karena mempertimbangkan dampak kerusakan lingkungan sebagai prioritas utama. Namun, penerapannya harus melalui tahapan, tanpa menggembosi pendapatan nelayan.
“Misalnya, ketika aturan itu diterbitkan, pemerintah mesti siap dulu mengalihkan nelayan untuk menangkap ikan di tengah laut dengan bantuan peralatan, tidak serta merta dilarang,” katanya.
Dia juga mengkritisi Permen No.57/2014 tentang larangan alih muatan kapal di tengah laut (transshipment) yang dinilai merugikan nelayan.
Semestinya, kata Aris, pemerintah menyiapkan infrastruktur dermaga ekspor yang representatif dan memudahkan nelayan, baru kemudian larangan diberlakukan.