Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai baju bekas yang diimpor secara ilegal melemahkan laju pertumbuhan industri kecil tekstil dan produk tekstil (TPT).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan produksi tekstil skala kecil dan mikro sepanjang tahun lalu 4,40%, sedangkan pakaian jadi naik 4%. Pertumbuhan produksi tekstil khusus pada triwulan keempat sebesar 10,6%, sedangkan pakaian 8,68%.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat berpendapat meskipun tumbuh tetapi realisasi yang dicapai jauh dari potensi sebenarnya. Produksi pakaian jadi, misalnya, diyakini bisa tumbuh mencapai 20% dengan asumsi setiap unit usaha kecil dan menengah mempekerjakan sepuluh orang.
"Kami ingin dorong peningkatan kreatifitas dan inovasi industri kecil, maka mereka harus gunakan serat yang unit seperti nanas, pisang, bukan kapas, sehingga hasilkan produk unit bernilai tambah tinggi," kata dia, di Jakarta, belum lama ini.
Ade berpendapat untuk mengatasi impor pakaian bekas secara ilegal harus menggiatkan edukasi kepada masyarakat. Publik harus paham sementara produk impor laris-manis tetapi bisnis industri skala kecil dan menengah kalah bersaing.
"Preferensinya itu ke konsumen. Ini jangan dijadikan budaya karena berbahaya kepada mental dan budaya kita. Edukasi ke masyarakat harus dijadikan prioritas," tutur dia.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan tidak pernah mengizinkan impor pakaian bekas. Hal ini merujuk kepada Undang-undang No. 7/2014 tentang Perdagangan. Regulasi ini menyatakan barang yang diimpor harus produk baru, kecuali bahan baku dan penolong.