Bisnis.com, JAKARTA – Rencana penyusunan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk rumput laut yang bertujuan memberikan jaminan kualitas produk olahannya justru dianggap akan menjadi penghambat perdagangan rumput laut Indonesia, baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia Safari Azis mengatakan pemerintah seharusnya memikirkan kepentingan semua pihak terkait, mulai dari petani, industri pengolahan, hingga distribusi rumput laut itu. Kebiijakan yang dipaksakan akan merugikan semua pihak.
“Seharusnya dilihat dulu secara komprehensif, apakah memang harus diterapkan. SNI bagus, saya juga ingin ada standar nasional, persoalannya apakah ini sudah dilihat secara komprehensif? Karena masing-masing industri melihatnya berbeda, dan akan berpengaruh, termasuk untuk kepentingan ekspor,” kata Safari, Rabu (8/4/2015).
Menurutnya, jika peraturan dipaksakan untuk diterapkan akan mengganggu kelancaran mata rantai pasar rumput laut, dan mengganggu setiap rumput laut yang diperdagangkan baik itu pasar lokal maupun untuk diekspor. Dengan pasar yang masih luas, penerapan SNI ini dikhawatirkan menjadi hambatan pasar, terlebih lagi akan ada biaya penerapan standardisasi produk tersebut.
Produksi rumput laut, sambungnya, seharusnya jangan sampai terganggu dengan adanya kebijakan yang belum dipersiapkan secara matang. Safari menyebutkan, hingga saat ini belum ada kesepakatan berapa kadar kekeringan rumput laut yang harus diterapkan pada komoditas hasil laut tersebut.
“Masing-masing pengolah rumput laut memiliki permintaan kekeringan yang berbeda-beda dan kadar kekotorannya juga tidak terlalu ketat. Ini sangat tergantung permintaan pasarnya juga. Jangan menerapkan, akhirnya jadi repot kita, membelenggu diri sendiri. Di samping juga ada biayanya penerapan SNI.”
Menurutnya, pemerintah beberapa waktu terakhir memang gencar melakukan berbagai cara untuk menumbuhkan industri hilir di dalam negeri, mulai dari rencana larangan ekspor rumput laut, rencana penerapan bea keluar, hingga yang terbaru adalah rencana penerapan SNI.
Persoalan utama di sektor rumput laut, menurut Safari, adalah pembenahan sistem suplai di hulu. Petani-petani rumput laut di Indonesia harus memahami cara budidaya rumput laut yang baik dan benar terlebih dahulu. Jika hal tersebut sudah baik, maka menurutnya, penerapan SNI pun tidak akan menemui masalah.
Sementara itu, penerapan kebijakan yang tidak matang justru akan memberikan dampak negatif. Seperti rencana penerapan bea keluar, yang akhirnya ditangguhkan, sebenarnya justru akan menjadikan petani sebagai korban. Karena biaya tambahan dari BK biasanya dilimpahkan ke petani.
“Akhirnya, walaupun industri tumbuh, petani sudah tidak lagi tertarik untuk produksi karena tidak menguntungkan, yang kemudian menyebabkan bahan baku berkurang,” kata Safari. []