Bisnis.com, JAKARTA—Kesatuan Pelaut Indonesia menyarankan merger bagi sekolah pelaut swasta yang belum diakui oleh International Maritime Organization agar dapat mengikuti Standards of Training, Certifitation and Watchkeeping Amandemen Manila 2010.
Presiden Eksekutif Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Hanafi Rustandi menilai banyak sekolah swasta yang belum menyesuaikan dengan standar IMO sehingga lebih baik mereka melakukan merger.
“Persyaratan ini sangat sulit dicapai swasta sehingga lebih baik mereka merger buat sekolah bersema dan meminta penguji dari Kemenhub,” jelasnya kepada Bisnis, Senin (5/4).
Hanafi menilai bila hal tersebut tidak dilakukan maka ditakutkan banyak pelaut Indonesia yang bersekolah di luar negeri lain karena di sana lebih mudah mendapatkan sertiifkat.
Sebenarnya, ungkap Hanafi, kendala terbesar bagi sekolah swasta untuk melakukan proses standarisasi pelaut yang diterima secara internasional adalah kurangnya sarana dan prasarana seperti alat simulator.
Selain itu, kurangnya produk yang ditawarkan bagi peserta didik atau calon pelaut dari sekolah swasta ini yang dirasa belum siap dalam menghadapi sertifikasi inet
Dengan adanya tuntutan standar pelaut yang ditetapkan IMO, pelaut dunia termasuk dari Indonesia harus mengikuti syarat dan ketentuan dalam STCW Amandemen Manila 2010.
Per 1 Januari 2017 sertifikat kompetensi (COC) ataupun sertifikat keterampilan (COP) yang belum di-update mengikuti standar STCW Amandemen Manila 2010 diangap tidak berlaku, sehingga para pelaut tersebut tidak akan bisa berlayar.
Para pelaut bisa melakukan updating kompetensinya sesuai standar STCW paling tidak sampai tanggal 31 Desember 2016.