Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Nus Nuzulia Ishak mengatakan saat ini merupakan momentum yang tepat untuk menggenjot ekspor produk furnitur.
Alasannya, kondisi rupiah yang terus melemah hingga Rp14.700/dolar membuat komoditas ekspor tersebut memiliki konten lokal yang sangat tinggi, bahkan hampir 100% tersebut berpeluang mendapatkan keuntungan lebih tinggi daripada biasanya.
“Ini saat yang baik, dengan rupiah mengalami pelemahan. Kita harus terus menerus melakukan inovasi baik desain serta peningkatan aktifitas ekspor,” kata Nus di Jakarta, Selasa (29/9/2015).
Saat ini kontribusi ekspor furnitur Indonesia di pasar dunia masih tergolong kecil dengan pangsa pasar sebesar 1,09%. Nus mengatakan, diharapkan lima tahun ke depan pangsa pasar tersebut bisa meningkat hingga 3% di pasar dunia.
Sebenarnya dalam beberapa tahun terakhir ekspor furnitur tumbuh positif. Seperti pada 2014 dengan kinerja ekspor mencapai US$1,78 miliar. Seharusnya capaian tersebut masih bisa ditingkatkan pada tahun ini.
Dari sisi negara tujuan ekspornya, target pasar pasar tradisional masih didominasi oleh Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Belanda, dan Perancis. Tetapi ada juga pasar yang cukup prospektif seperti Thailand (naik 113% secara year on year), Kuwait (137%), Hongkong (127%), serta Selandia Baru.
Penerapan SVLK
Terkait permintaan para pelaku usaha untuk menghapuskan kewajiban SVLK pada industri hilir, Nus mengatakan saat ini pemerintah memang sedang melakukan deregulasi, dan mungkin saja aturan tersebut bisa masuk ke dalam paket deregulasi tahap kedua.
Kendati demikianmenurutnya, penerapan SVLK memiliki keuntungan tersendiri, yaitu memudahkan ekspor ke pasar Uni Eropa, sebagai salah satu negara tujuan ekspor furnitur yang cukup besar bagi Indonesia.
“Yang sudah menerapkan SVLK, diteruskan saja. Karena membuka pasar di Uni Eropa. Negara lainnya memang tidak mensyaratkan SVLK.”