Bisnis.com, MANILA--Di tengah pelambatan ekonomi dunia, Indonesia masuk ke dalam 'ring satu' negara yang paling menarik bagi 800 investor di regional Asia Pasifik bersama China dan Amerika Serikat, mengungguli Singapura, Vietnam dan Filipina yang berada di lingkaran kedua.
Dalam survei bertajuk 'Where Asia Pacific is leading the world', lembaga riset dan jasa audit keuangan dunia PricewaterhouseCoopers (PwC) International Ltd. juga menyatakan level keyakinan komunitas investor di turun secara signifikan dan merupakan yang terendah sejak 2012.
Chairman PwC International Ltd. Dennis Nally mengatakan pemulihan kepercayaan investor menjadi tantangan utama yang harus segera diatasi oleh para anggota APEC untuk mempertahankan tren penanaman modal.
Adapun, dia memaparkan dua faktor yang mempengaruhi penurunan level kepercayaan tersebut masih berkutat di sekitar fenomena pelemahan ekonomi China dan Amerika Serikat.
"Di tengah ketidakpastian, para CEO masih peluang pertumbuhan. Dalam 12 bulan ke depan, Indonesia, China dan AS masih menjadi lahan investasi utama mereka," kata Dennis dalam sesi Navigating Uncertainty Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) CEO Summit 2015 di Manila.
Survei tersebut menunjukkan mayoritas atau 53% CEO tetap berencana melakukan ekspansi dalam satu tahun mendatang, dan sebagian investasi tersebut atau sekitar 68%, akan berada di kawasan APEC.
Eurasia Group, konsultan politik ekonomi dunia, menyatakan turunnya level keyakinan dunia beriringan dengan meningkatnya risiko geopolitik di Asia Pasifik dan dunia, seperti di Laut China Selatan dan Timur Tengah.
Ian Bremmer, CEO Eurasia Group, menjabarkan risiko-risiko geopolitis tersebut akan menurunkan profil keuntungan investasi apabila tidak dikelola dengan baik. Namun, pemimpin perusahaan tetap akan memiliki cara untuk menangkal dampak dari risiko ini.
Dia yakin investasi akan tetap tumbuh dan terjadi di Asia Pasifik karena pelaku usaha menyadari konflik geopolitis memang tidak akan pernah padam seluruhnya.
"Berbisnis adalah 'bermain' dan bertindak untuk jangka panjang, dan kita selalu punya keyakinan bahwa situasi dalam jangka panjang akan membaik. Intinya, memang tidak pernah harmoni yang benar-benar sempurna di dunia," kata Ian.
Untuk mereduksi konflik meluas, tuturnya, perlu ada transformasi politik seiring dengan transformasi ekonomi. Dia berargumen, sistem ekonomi yang terus bergerak mau tidak mau akan saling mempengaruhi dengan sistem politik.
Dia mencontohkan, China telah menjalani periode transformasi politik, sehingga saat ini konsolidasi kekuasaan sudah relatif stabil. Stabilitas politik ini, lanjut Ian, mendukung transformasi ekonomi yang dijalankan oleh Negeri Panda.
"Tantangan lain adalah mengelola pergerakan faktor dan kondisi demografis secara politik dan ekonomi. Tidak mungkin salah satu sistem tersebut berubah tanpa mempengaruhi sistem lainnya," ungkapnya.
Vice President General Electric John Rice mengatakan, potensi Asia Pasifik yang begitu besar harus diimbangi dengan perbaikan terus-menerus. Dua sektor yang mendesak untuk diperbaiki saat ini, tuturnya, adalah kualitas pendidikan dan infrastruktur.
Prospek Bisnis Menurut CEO di Asia Pasifik 2012-2015 (%)
Tahun Sangat Optimis Pesimis
2012 16 36
2013 12 42
2014 8 46
2015 27 28
Sumber: PwC, 2015