Bisnis.com, NUSA DUA - Bank sentral global disebut akan menghadapi beberapa tantangan di tengah pemulihan ekonomi. Adapun, secara rinci, bank sentral global harus menghadapi tiga tantagan utama.
Agus Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia (BI), mengatakan tantangan pertama bank sentral global adalah bagaimana mencari strategi target pertumbuhan usai krisis keuangan global. Kedua, bagaimana kebijakan moneter yang optimal dapat ditempuh dalam perekonomian yang terbuka.
"Ketiga bagaimana mencapai stabilitas keuagan di tengah keragaman atau divergensi kebijakan moneter dunia," ujarnya dalam pidatonya, Senin (1/8/2016).
William C. Dudley, Presiden Federal Reserve Bank of New York, pun menyebutkan beragamnya kebijakan ekonomi dan moneter global berpotensi memberikan risiko tersendiri, termasuk negara timur maupun barat.
Para pembuat kebijakan dipacu untuk menyusun kebijakan yang bertujuan mendukung pertumbuhan dan memitigasi risiko sekaligus mempertahankan stabilitas moneter dan keuangan.
"Kebijakan moneter sendiri tidak bisa statis, tetapi harus mampu menyesuaikan dengan kondisi perekonomian. Terdapat dua langkah penting dalam pengambilan kebijakan moneter. Pertama mempertimbangkan secara ekspansif ekosistem ekonomi global. Kedua, berkomunikasi secara jelas dan konsisten," ujarnya.
Keberagaman kebijakan moneter terlihat ketika negara-negara emerging market dan Jepang serta Uni Eropa melakukan pelonggaran moneter, tetapi kebijakan Federal Reserve (the Fed), bank sentral Amerika Serikat (AS), justru terus berusaha menaikkan suku bunga.
Adapun di Indonesia, BI juga sudah meluncurkan beberapa kebijakan makroprudensial pada semester II/2016. Salah satunya, seperti relaksasi loan to value (LTV) untuk kredit pemilikan rumah maupun apartemen, menaikkan batas bawah loan to funding ratio (LFR) dari 78% menjadi 80%, serta mengubah suku bunga kebijakan dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 12 bulan menjadi reverse repo tujuh hari.