Bisnis.com, Jakarta— Inflasi diharapkan dapat menyentuh level 3,5% ± 1% pada 2018 ternyata masih menyimpan banyak pekerjaan rumah yang harus dirampungkan dalam waktu singkat.
Tak hanya dari sisi moneter, tingkat pengendalian harga yang belum merata di semua kelompok pangan menjadi paling dominan menyeret pencapaian inflasi. Kunci dari pengendalian harga memerlukan peran dari daerah.
Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede menuturkan pengendalian menjadi penting karena membuat ekonomi lebih optimal sehingga investasi akan membaik. Dengan target 3,5% pada 2018, pemerintah dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) harus berkoordinasi maksimal. Menurutnya, sumber inflasi berasal dari goncangan yang berasal dari arah kebijakan seperti kenaikan BBM, listrik, dan elpiji.
“Sekarang kondisinya belum ada penyesuaian di harga bbm, karena kalau kita lihat di pasar global harganya cenderung berkelanjutan, masih naik turun, bahkan sempat di bawah US$40 lagi,” katanya, Minggu (7/8/2016).
Bank sentral melaporkan tren inflasi sebelum krisis global atau pada 2002-2008 mencapai rata-rata 8,98% (yoy), sementara itu sesudah krisis global atau pada 2009-2015 mencapai 5,42% (yoy). Saat ini, tren inflasi semakin menurun mencapai 3,21% (yoy) pada Juli 2016. Namun, gejolak harga pangan masih terus menekan inflasi. Ke depan, inflasi pangan diarahkan menuju kisaran 5%.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W Martowardojo menilai seluruh daerah telah serentak untuk menekan inflasi dengan pencapaian lajunya pada Puasa dan Lebaran yang makin rendah. Pada 7 bulan pertama tahun ini, indeks harga konsumen baru menyentuh 1,76% (year to date). Inflasi pada puasa dan Lebaran masing-masing 0,66% dan 0,69% atau terendah dalam lima tahun terakhir.
Menurutnya, inflasi rendah pada momentum ramai itu merupakan hasil upaya TPID untuk menambah pasokan secara serempak sehingga mampu mengatasi lonjakan permintaan yang merata di hampir seluruh daerah.
“Beda dengan periode-periode sebelumnya, kegiatan pasar murah hanya komoditi reguler, tetapi sekarang juga pada komoditi yang berpotensi menjadi penyumbang inflasi misal pasar murah telur ayam di Padang, cabai merah di Banten dan operasi pasar oleh Bulog serempak di daerah,” ujarnya.