Bisnis.com, JAKARTA - Realisasi ekspor mebel pada tahun ini diperkirakan belum mencapai target yang dibidik. Penyebabnya, masih merupakan masalah klasik, meski pemerintah telah menelurkan berbagai paket kebijakan.
Wakil Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengatakan, tahun ini pihaknya menargetkan mampu mencatatkan nilai ekspor mencapai US$2,5 miliar. Namun, memasuki bulan ke delapan tahun ini, realisasi ekspor mebel dan kerajinan disebutkan baru mencapai US$1,2 miliar atau setara 48% dari target.
Rinciannya, senilai US$1,1 miliar untuk ekspor mebel, sedangkan sisanya yakni ekspor kerajinan.
“Ekspor kami tahun ini tidak bisa terwujudkan dengan mudah. Tantangan yang paling menonjol itu masalah infrastruktur yang belum optimal untuk mendukung pertumbuhan serta banyak regulasi yang tumpang tindih,” tutur Abdul kepada Bisnis, belum lama ini.
Dia menuturkan, beberapa regulasi yang menghambat di antaranya aturan terkait sistem pengupahan dan perpajakan. Menurutnya, meski pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan, tapi pimpinan di daerah terkadang tetap memberlakukan aturan lain yang tumpang tindih.
Regulasi lainnya yang menekan pertumbuhan industri mebel yakni soal sertifikasi kayu mulai dari hulu hingga hilir. Menurut Abdul, ada sekitar 5.000 pengusaha di hilir yang dibebankan Rp40 juta untuk sertifikasi tersebut.
“Ini artinya ada beban produksi yang mencapai Rp200 miliar. Padahal, kayu yang dipakai juga sudah disertifikasi dari hulunya,” tegas Abdul.
Disebutkan, dampak dari berbagai ketimpangan ini membuat industri kayu dalam negeri sulit bersaing dengan negara lain. Apalagi, negara lain pun tengah gencar memberikan banyak insentif bagi para pengusaha di industri kayu.
Pemerintah Vietnam, misalnya, memberikan kemudahan investasi bagi investor sektor padat karya. Negara tersebut juga memberikan diskon pajak hingga tenaga kerja.
Akibatnya, kata Abdul, meski Indonesia merupakan pemain lama, tapi nilai ekspornya masih jauh tertinggal dibanding Vietnam dan Malaysia. Per tahun lalu, rinci Abdul, nilai ekspor kayu dan produk kayu dari Vietnam mencapai US$7,6 miliar. Sementara, Malaysia yang mendatangkan buruh dari Indonesia mencatatkan nilai ekspor kayu dan produknya senilai US$2,4 miliar.
“Secara kue pasar, mereka lebih jauh mengambil.”
Adapun, hingga kini, Abdul menyebut pasar produk mebel dan kerajinan asal Indonesia telah menyasar ke 140 negara. Pasar terbesarnya yakni Amerika dan Eropa.
Selama lima tahun terakhir, produk mebel nasional pun telah mencoba masuk ke pasar China. Meski sulit, ujar Abdul, tapi aksi itu dilakukan untuk mendiversifikasi pasar mebel dan kerajinan.