Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia menilai impor raw sugar yang dilakukan Bulog melanggar produk hukum berupa Peraturan Menteri Perdagangan yang terkait komoditas tersebut.
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 117/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Gula menyatakan impor raw sugar hanya dapat dilakukan oleh pemilik Angka Pengenal Importir Produsen (API-P). Sementara itu, Bulog hanya mempunyai Angka Pengenal Importir Umum (API-U).
Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) M. Nur Khabsyin mengatakan hal itu menjadi salah satu alasan penolakan APTRI terhadap pengalihan impor raw sugar sebanyak 267.000 ton kepada Bulog.
Adapun sebelumnya yang ditugaskan mengimpor raw sugar adalah PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, dan PTPN XII. “Bulog tidak punya izin karena tidak punya pabrik gula,” ujarnya dalam pernyataan resmi yang diterima, Rabu (7/9/2016).
Seperti diketahui, secara keseluruhan pemerintah berencana mengimpor 381.000 ton raw sugar. RNI dan keempat PTPN telah mendapat izin untuk impor 114.000 ton di antaranya.
Selain itu, lanjut Nur Khabsyin, saat ini merupakan musim panen tebu sehingga impor gula sangat merugikan petani. Stok bisa terpengaruh dan harga di tingkat petani dapat anjlok.
Menurut dia, lelang gula sekarang merosot menjadi Rp11.000 per kilogram dari posisi sebulan sebelumnya yang masih berkisar Rp12.000 per kilogram. Padahal, biaya pokok produksi (BPP) sebesar Rp10.600 per kilogram, sehingga petani tidak mendapatkan keuntungan.
Aptri menghitung petani bisa mendapatkan keuntungan jika harga gula berada di atas BPP, tingkat rendemen 8,5% dan produksi tebu minimal 85 ton per hektare. Saat ini, rendemen rata-rata masih sekitar 6,5%.
Harga gula di pasaran pun dipandang masih wajar sehingga tidak ada urgensi untuk melakukan impor sekarang. Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP) mencatat harga gula pasir di pasar kemarin berada di level Rp14.900 per kilogram atau lebih rendah 6,87% dari posisi 8 Juli 2016 yang sebesar Rp16.000 per kilogram.
Alasan lainnya, Nur Khabsyin mengatakan ada indikasi gula yang didatangkan Bulog dari Thailand tidak memiliki SNI sehingga melanggar UU Pangan. Oleh karena itu, pihaknya bakal melaporkan hal ini kepada aparat hukum.