Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengembang yang tergabung dalam Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) berkomitmen untuk mendukung pemerintah untuk bersama-sama membereskan masalah pertanahan nasional yang masih mengganjal.
Wakil Ketua Umum Bidang Pertanahan Dewan Pengurus Pusat Persatuan REI Adri Stambul Lingga Gayo mengatakan, REI sudah beraudiensi dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil beserta jajarannya.
Dalam kesempatan tersebut, REI telah sepakat untuk mendukung program pemerintah menuntaskan masalah pertanahan, di antaranya tentang percepatan sertifikasi lahan masyarakat melalui dukungan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), pemantapan tata ruang, serta pembentukan dan sinergi bank tanah.
Pengurus REI pun telah diminta untuk mendata aset lahan seluruh anggota dan mendorong anggota untuk mengkonsolidasikan aset lahannya, atau mensinergikannya dalam program perencanaan pembangunan. Dengan demikian, lahan tersebut tidak dianggap terlantar.
Adri mengatakan, REI berkomitmen untuk tidak melindungi anggota yang terindikasi melakukan spekulasi lahan dengan intensi memburu rente.
Menanggapi imbauan Wakil Presiden Jusuf Kalla agar perbankan tidak memberikan kredit untuk modal para spekulan tanah, Adri mengatakan REI mendukung sikap tegas pemerintah. Bahkan REI akan meminta pemerintah untuk mencabut izin operasi anggota REI yang terbukti melakukan spekulasi.
“REI tidak melindungi spekulan. Kita sudah sepakat bersama Menteri ATR agar pengembang ini menjadi benteng terakhir untuk asas pemerataan penyediaan rumah bagi masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah, dengan menciptakan nilai tambah, bukan sebagai pemburu rente atau spekulan,” katanya melalui sambungan telepon, dikutip Kamis (19/1/2017).
Adri menjamin 90% anggota REI tidak melakukan aksi spekulasi, tetapi mengembangkan lahannya berdasarkan izin lokasi serta masterplan yang telah dirancang. Sebagian lahan pengembang boleh jadi belum tergarap, tetapi umumnya sudah masuk dalam rencana tahapan pengembangan selanjutnya.
Sementara itu, 10% sisanya boleh jadi karena sejumlah alasan belum menyiapkan rencana pengembangan sehingga berpotensi dianggap menelantarkan lahan. REI berupaya agar di masa mendatang semakin minim anggota seperti ini.
“Memang ada segelintir yang berjubah pengembang, padahal sudah tidak aktif sebagai anggota REI dan dia melakukan spekulasi,” katanya.
Sebagai mitra pemerintah, tuturnya, REI mendorong pemerintah agar segera merealisasikan bank tanah dan mensinergikan pemanfaatannya bersama pengembang. Adanya bank tanah dapat meminimalisasi aksi spekulasi sekaligus menegaskan kehadiran negara dalam penyediaan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Pemerintah pertama-tama perlu memantapkan penetapan RTRW nasional. Zona yang ditetapkan sebagai kawasan industri dan perumahan perlu dibebaskan pemerintah sejak awal dan disusun masterplannya.
Selanjutnya, dapat diatur pembangunan di atas lahan itu, entah melalui mekanisme tender, kerjasama langsung, atau penunjukkan, dan sebagainya. Hal ini sekaligus akan meminimalisir pemanfaatan lahan secara tumpang tindih karena tiadanya integrasi pemanfaatan lahan.
“Kesepahaman dalam audiensi akan kami tindaklanjuti dalam beberapa pokja, MoU, dan sebagainya. Yang penting adalah BPN sudah membuka diri dan kita juga siap untuk bekerjasama,” katanya.
Menteri ATR/ Kepala BPN Sofyan Djalil mengatakan, integrasi fungsi tata ruang ke dalam Badan Pertanahan Nasional menjadi Kementerian Agraria dan Tata Ruang memberikan kesempatan strategis bagi pemerintah untuk merancang arah pembangunan yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, dirinya berkomitmen memanfaatkan fungsi strategis tersebut untuk memberikan kontribusi yang optimum bagi pengaturan tata guna lahan dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah membuka kerjasama dengan instansi di luar pemerintahan.
Sofyan mengatakan, akan sulit untuk mewujudkan target ambisius pemerintah bila mengandalkan kekuatan pemerintah sendiri. Oleh karena itu, pemerintah memobilisasi pihak swasta yang memiliki kepentingan besar seputar urusan pertanahan, baik dari segi ide maupun dana.
“Yang pertama harus kita lakukan adalah perangi mafia tanah karena mereka berkontribusi pada hal-hal [masalah pertanahan] seperti ini,” katanya.
Tenaga Ahli Menteri ATR/ BPN dan Tim Teknis Penyusunan Land Bank, Himawan Arif Sugoto mengatakan, pemerintah mendukung pengembangan bisnis dunia usaha, tetapi berkewajiban pula untuk menyeimbangkannya dengan pemenuhan hak masyarakat atas hunian.
Pemerintah saat ini tengah menggodok pembentukan bank tanah dan melibatkan pengembang untuk memantangkan konsepnya. Dirinya tidak menutup kemungkinan di masa mendatang bank tanah dapat dikembangkan melalui mekanisme kerjasama dengan swasta untuk penyediaan fasilitas publik seperti perumahan dan infrastruktur.
Himawan mengatakan, landasan hukum pembentukan bank tanah direncanakan sudah terbit bulan ini, atau selambatnya bulan depan. Dengan adanya dasar hukum tersebut, pemerintah akan menyiapkan kelengkapan kelembagaannya dan mekanisme operasinya.