Bisnis.com, JAKARTA- Meski investasi ilegal terbukti merugikan masyarakat, tapi kasus yang terkait investasi jenis ini masih terus bermunculan karena iming-iming keuntungan yang besar dalam waktu singkat.
Ketua Umum Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) Djoko Komara mengatakan langkah pencegahan sangat penting untuk menekan maraknya investasi ilegal yang berkembang di masyarakat. Jika masyarakat mendapat edukasi yang menyeluruh, maka target yang disasar oleh pelaku investasi ilegal akan hilang. Dengan demikian, praktik ini pun bakal ikut mati.
"Tetapi, karena uangnya riil jadi daya pikatnya tinggi," ujar dia dalam seminar Katakan Tidak Pada Investasi Ilegal, Selasa (2/5/2017).
Yang termasuk investasi ilegal di antaranya menggunakan model skema piramida dan skema Ponzi. Ada pula investasi bodong yang berkedok arisan, koperasi, tabungan, investasi emas, hingga asuransi.
Banyak investasi ilegal yang memberikan keuntungan atau bunga sebesar 10% per minggu atau bahkan 80% per bulan. Angka tersebut merupakan nilai yang tidak wajar karena deposito bank pun menawarkan bunga maksimal di kisaran 6% per bulan.
Data Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi menunjukkan kerugian investasi ilegal yang terjadi di masyarakat hingga saat ini setidaknya menyentuh Rp45 triliun. Sementara itu, jumlah pengaduan dari masyarakat mencapai 2.772 buah.
Oleh karena itu, Djoko mengingatkan masyarakat untuk selalu mencari tahu lebih dulu model bisnis yang dijalankan suatu perusahaan sebelum memutuskan untuk bergabung atau berinvestasi.
"Yang bukan ciri money game di antaranya adalah perusahaan yang memiliki Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL), bonus maksimal 40% untuk melindungi konsumen, dan ada cooling off period di mana calon konsumen dapat meminta uangnya dikembalikan dalam waktu 10 hari setelah bergabung," papar dia.
Satgas Waspada Investasi dibentuk berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 01/KDK.01/2016 tertanggal 1 Januari 2016. Satgas ini memiliki perwakilan dari OJK, Kementerian Perdagangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Informasi dan Komunikasi, Kejaksaan Republik Indonesia, serta Kepolisian Negara Republik Indonesia.