Bisnis.com, JAKARTA — Maskapai dengan pelayanan penuh, Garuda Indonesia meraup pendapatan dari kargo sebesar US$125 juta atau setara Rp1,66 triliun sepanjang semester I/2017, naik 16% dari periode yang sama tahun lalu.
Direktur Kargo PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) Sigit Muhartono mengatakan pendapatan yang diraup pada paruh pertama ini didorong dari volume kargo Garuda yang tumbuh 13%, atau mencapai 124.000 ton.
“Hasil pada semester pertama tahun ini sangat baik, berada di atas ekspektasi. Sebelumnya, kami proyeksikan pendapatan kargo itu tumbuh 10%-11% karena pada tahun lalu base-nya sudah naik,” katanya di Jakarta, Selasa (1/8/2017).
Sigit mengungkapkan mayoritas barang yang diangkut Garuda masih dari barang-barang biasa yang tidak memerlukan penanganan khusus atau biasa disebut dengan general cargo dengan kontribusi mencapai 52% terhadap total arus volume kargo.
Meski demikian, kontribusi general cargo itu terus menyusut ketimbang periode yang sama tahun lalu sebesar 55%. Berbanding terbalik, barang-barang kargo lainnya justru meningkat. Alhasil, kondisi itu membuat pendapatan kargo Garuda ikut terkerek.
“Imbal hasil dari general cargo itu lebih kecil dibandingkan dengan barang-barang lainnya, seperti perishable goods, dangerous goods, valueable goods, pharmaceutical product dan lain sebagainya,” tuturnya.
Oleh karena itu, lanjut Sigit, Garuda terus berupaya mengurangi ketergantungan pendapatan kargo dari general cargo guna mendapatkan imbal hasil yang lebih baik. Hingga akhir tahun ini, dia optimistis pendapatan kargo Garuda tumbuh 18%-19%.
Komoditi hasil laut
Salah satu barang komoditi yang dibidik Garuda untuk mengoptimalkan pendapatan kargo pada tahun ini adalah hasil laut. Sepanjang semester I/2017, kontribusi hasil laut terhadap total pendapatan kago berada di posisi kedua, setelah general cargo.
“Sumbangan marine product mencapai 17% dari total pendapatan kargo pada paruh pertama tahun ini. Kedua terbesar setelah general cargo yang menyumbang 45% terhadap total pendapatan kargo,” ujar Sigit.
Dia mengklaim peningkatan pendapatan kargo dari marine product sejalan dengan menggeliatnya ekspor hasil laut dari Indonesia timur ke negara-negara tetangga, seperti Hong Kong, Singapura, China dan lainnya.
Kondisi itu juga tidak terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan Garuda dalam mendukung ekspor impor hasil laut Indonesia, diantaranya dengan mempertemukan para pembeli dengan produsen hasil laut.
“Selain promosi, kami juga gencar mendorong branch office kami di luar negeri untuk lebih aktif memperkenalkan produsen hasil laut Indonesia kepada para pengimpor di luar negeri. Kalau berhasil, otomatis mereka akan pakai jasa Garuda,” katanya.
Selainperishable goods, Garuda juga tetap berupaya untuk mengambil peluang dari bisnis e-commerce. Menurut Sigit, perkembangan bisnis e-commerce saat ini membuat pengiriman via udara kian menjadi pilihan.
Selain memberikan imbal hasil yang cukup tinggi, pengiriman barang-barang e-commerce secara global juga terus tumbuh. Pada tahun lalu, sekitar 35%-45% dari total pengiriman barang e-commerce diangkut via udara.
“Jangan sampai, kita ketinggalan untuk dapat ikut mengambil peluang dari berkembangnya bisnis e-commerce. Jasa pengiriman barang via udara ke depannya masih sangat prospektif,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati menilai bhwa pendapatan dari kargo udara masih menjadi sekadar pendapatan tambahan buat Garuda Indonesia Grup.
“Saya sih ragu kalau kargo bisa menjadi kekuatan baru bagi Garuda untuk memperbaiki kinerja keuangannya. Dari dulu, sumbangan kargo itu masih sangat sedikit, apalagi kalau cuma mengandalkan dari pesawat penumpang saja,” ujarnya.
Meski begitu, lanjut Arista, peluang bagi Garuda untuk memperbaiki kinerja kargonya masih terbuka. Apalagi, permintaan pengiriman barang terus meningkat setiap tahunnya, khususnya melalui transportasi udara.