Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Siapkan 4 Langkah Strategis Hadapi Kebijakan Tarif Trump

Pemerintah menyiapkan empat langkah strategis untuk menghadapi kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) yang akan berlaku pada 9 Juli 2025.
Truk kontainer melintas di antara tumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (3/6/2025). Bisnis/Arief Hermawan P
Truk kontainer melintas di antara tumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (3/6/2025). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkap sederet langkah strategis dalam menghadapi potensi perang dagang, termasuk kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah negara mitra dagang.

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan, jalur diplomasi menjadi salah satu strategi pemerintah dalam menghadapi tarif resiprokal AS.

“Jadi kita sebenarnya sudah mempersiapkan tim negosiasi kita, artinya ada di kedutaan. Jadi kadang-kadang Amerika ini kan cepat sekali berubah sehingga kita harus antisipasi kalau ada perubahan ya kita sudah siap,” kata Budi dalam Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun Indef 2025 di Jakarta, dikutip pada Kamis (3/7/2025).

Budi menuturkan, diplomasi ini diakukan bersamaan dengan proses deregulasi kebijakan impor dan kebijakan dalam mendorong ekspor. Kemudian, strategi kedua Indonesia dalam menghadapi tarif resiprokal adalah melalui pengalihan pasar ekspor.

Budi menjelaskan Kemendag terus mendorong penyelesaian perundingan kerja sama perdagangan seperti Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU—CEPA), Indonesia—Eurasian Economic Union (I-EAEU) CEPA, I-Peru CEPA, Indonesia—Tunisia Preferential Trade Agreement (Indonesia—Tunisia PTA) sebagai upaya melakukan diversifikasi sekaligus pengalihan pangsa ekspor Indonesia.

Kemendag juga mempercepat proses ratifikasi Indonesia-Canada CEPA dan Indonesia-Iran PTA sebagai upaya untuk mempercepat pemanfaatan preferensi oleh pelaku usaha nasional.

“Pasar ekspor kita banyak di negara lain dan salah satu caranya adalah bagaimana kita mempercepat proses negosiasi perjanjian dagang kita dengan negara lain atau kawasan lain. Itu yang kita lakukan dan tahun ini banyak progres yang bisa kita lakukan,” ungkap.

Kemudian yang ketiga, antisipasi limpahan barang impor. Dalam hal ini, pemerintah mengoptimalkan pemanfaatan mekanisme tindakan pengamanan perdagangan (trade remedies) WTO berupa bea masuk antidumping (BMAD) dan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP), serta memperketat mekanisme pengawasan lalu lintas ekspor impor barang di seluruh pintu masuk kepabeanan.

Selain itu, Kemendag juga akan meningkatkan pengawasan peredaran barang di pasar domestik (post border). “Jangan sampai ketika barang itu tidak bisa diterima di Amerika, kemudian masuknya ke Indonesia,” ungkapnya.

Selanjutnya, strategi keempat adalah mengevaluasi perjanjian perdagangan. Budi menjelaskan, pemerintah melakukan evaluasi setiap perjanjian perdagangan yang sudah terimplementasi untuk mendapatkan output terbaik bagi perdagangan internasional.

“Kita tentu tidak hanya sekadar membuat perjanjian dagang yang baru, tetapi kita itu sudah ada 19 perjanjian dagang yang sudah implementasi, 10 [perjanjian dagang] yang sedang proses ratifikasi, dan 16 yang sedang dirundingkan,” ujarnya.

Budi menerangkan bahwa perjanjian dagang harus saling menguntungkan kedua belah pihak. Artinya, ujar dia, proses neraca perdagangan antara kedua negara harus seimbang, tetapi juga saling menguntungkan.

Untuk diketahui, pada 2 April 2025, Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif resiprokal kepada Indonesia sebesar 32% lantaran Indonesia dianggap menghambat laju perdagangan AS, yakni penerapan tarif sepihak (tidak timbal balik), TKDN, sistem perizinan impor kompleks, dan devisa hasil ekspor (DHE).

Selanjutnya, pada 9 April 2025, AS menangguhkan pengenaan tarif resiprokal selama 90 hari untuk 56 negara mitra, termasuk Indonesia. Kemudian, pada 4 Juni 2025, Presiden AS menggandakan tarif sektoral (baja, aluminium, dan produk turunannya) menjadi 50% untuk semua negara, kecuali Inggris.

Meski begitu, Kemendag berharap proses negosiasi ini bisa berjalan mulus dan tidak mengganggu neraca perdagangan Indonesia yang selama menorehkan surplus 61 bulan berturut-turut.

Terlebih, AS menjadi penyumbang surplus tertinggi sebesar US$7,08 miliar pada Januari—Mei 2025. Negara Paman Sam itu berhasil menggeser posisi India yang selama ini berada di urutan pertama.

Sepanjang 5 bulan pertama 2025, India menyumbang surplus sebesar US$5,3 miliar, lebih rendah jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai US$6,59 miliar.

Sejak 2020–2024, neraca perdagangan Indonesia dengan AS terus menorehkan surplus di kisaran US$10 miliar—US$16,6 miliar dengan tren pertumbuhan surplus sebesar 5,32%.

Pada Januari—Desember 2024, misalnya, surplus neraca perdagangan dengan AS tercatat sebesar US$14,34 miliar. Kala itu, AS menempati posisi kedua penyumbang surplus terbesar bagi Indonesia.

Pada 2024, AS menjadi negara tujuan ekspor utama nomor kedua bagi Indonesia dengan pangsa sebesar 9,94% atau senilai US$26,3 miliar. Di sisi lain, untuk negara asal impor, AS merupakan negara pemasok utama keempat bagi Indonesia dengan pangsa sebesar 5,12% atau senilai US$12 miliar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper