Bisnis.com, JAKARTA — Jelang implementasi pasar bebas Indonesia dengan sejumlah kawasan seperti Australia dan Uni Eropa, pemerintah memetakan lima hambatan dalam mendorong peluang usaha di Tanah Air.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas T. Lembong mengungkapkan, salah satu yang utama dari lima hambatan tersebut adalah regulasi yang tumpang tindih.
Oleh karena itu, pemerintah ke depannya tidak hanya akan bergerak melalui Perpres tentang Percepatan Proses Pelaksanaan Berusaha yang memuat masalah reformasi sinkronisasi aturan di daerah dan pusat saja.
Menurut Lembong, BKPM dan Kementerian Perekonomian sudah membicarakan strategi yang cukup menarik. Sayangnya, dia belum dapat mengemukakan strategi tersebut.
"Saya belum boleh ngomong. Tapi, bagi saya sudah sangat jelas, daerah tidak boleh menerbitkan peraturan yang bertentangan dengan aturan nasional, termasuk PP, Perpres, dan Permen," papar Thomas selepas Public Private Discussion on International Trade and Investment, Senin (9/4).
Selain regulasi, Thomas mengatakan masalah pajak juga menjadi keluhan. Seperti diketahui, pajak di dalam negeri masih didominasi oleh pajak korporasi dan industri yaitu sekitar 70%.
Akibat beban pajak di sektor industri yang terlalu berat, daya saingnya menjadi tertekan dan sulit berkembang. Oleh karena itu, dia berharap pemerintah dapat terus memperluas basis pajak di luar industri. "Supaya beban pajak di industri bisa diringankan.”
Sementara itu, tiga hambatan lainnya adalah masalah tenaga kerja, pembebasan lahan dan perizinan bangunan, serta infrastruktur dan peranan BUMN. Jika isu tersebut bisa diselesaikan, BKPM berharap investasi dapat tumbuh signifikan di era perdagangan bebas.
Menurut Thomas, dia pernah menemukan contoh kasus besar terkait perjanjian perdagangan yang berpengaruh pada investasi. Salah satu negara G7 terpaksa membatalkan investasi pembangkit listriknya karena negara tersebut tidak memiliki perjanjian investasi dengan Indonesia.
"Ada negara besar di Eropa yang melarang jaminan dari Eximbank di negara-negara yang tidak punya perjanjian investasi dengan mereka," tuturnya.