Bisnis.com, JAKARTA — Tren surplus neraca perdagangan diperkirakan berkesinambungan dalam jangka panjang sehingga kinerja perdagangan pada tahun 2017 ini lebih baik dari 2016.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto menilai tren pertumbuhan surplus neraca dagang bukan bersifat sementara. Pasalnya, hal tersebut tidak hanya terjadi dalam 1 atau 2 bulan.
Suhariyanto menilai secara umum kinerja ekspor RI pada tahun ini lebih baik dibandingkan dengan 2016. Faktor pendorong utama adalah peningkatan harga sejumlah komoditas termasuk batu bara.
BPS mencatat nilai ekspor Indonesia pada November 2017 sebesar US$15,28 miliar atau meningkat 0,26% dibandingkan dengan Oktober 2017. Secara kumulatif, total ekspor RI Januari 2017-November 2017 mencapai US$153,90 miliar atau tumbuh 17,16% secara year on year (yoy).
Sementara itu, nilai impor pada periode tersebut sebesar US$15,15 miliar atau naik 6,42% secara month to month (mtm). Kumulatif nilai impor Januari 2017-November 2017 senilai US$141,88 miliar atau naik 15,47% yoy.
Dengan demikian, nilai neraca perdagangan RI pada November 2017 mencatatkan surplus US$0,13 miliar. Secara keseluruhan, pada Januari 2017-November 2017, tercatat surplus neraca perdagangan US$12,01 miliar atau lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya US$9,53 miliar.
Kecuk mengungkapkan pertumbuhan nilai ekspor nonmigas pada November 2017 antara lain tercatat pada komoditas lemak dan minyak nabati sebesar 8,04%, besi dan baja 29,91%, barang-barang rajutan 14,70%, serta alas kaki 11,34%.
“Itulah mengapa kita optimis bahwa ekspor akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2017 seperti pada kuartal III-2017,” paparnya.
Di sisi lain, Suhariyanto menilai menipisinya surplus neraca dagang pada November 2017 disebabkan oleh kenaikan impor yang tinggi khususnya barang modal. Tercatat, pertumbuhan impor barang di kategori tersebut secara mtm sebesar 20,65% disusul barang konsumsi 8,22% dan bahan baku penolong 3,32%.
Kenaikan impor barang bahan baku dan modal, sambungnya, diharapkan mampu menjadi penggerak perekonomian domestik. Sementara itu, pertumbuhan impor barang konsumsi menurutnya terkait dengan persiapan Natal dan tahun baru.