Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan meminta semua pihak untuk bekerja sama dalam mematuhi peraturan penerbangan yang berlaku terkait adanya cuaca ekstrem di sejumlah daerah.
Cuaca ekstrem diperkirakan melanda wilayah Indonesia mulai awal hingga akhir Februari. Semua pihak yang dimaksud adalah regulator yaitu otoritas bandar udara setempat, operator seperti maskapai penerbangan, pengelola bandara, pengelola navigasi penerbangan dan BMKG, serta juga masyarakat dalam hal ini penumpang pesawat.
"Kita tidak bisa menentang kondisi cuaca, yang bisa dilakukan adalah mengakrabi alam, sehingga dalam keadaan apapun cuacanya, kita tetap bisa beraktivitas dengan selamat, aman dan nyaman. Jadi, saya harap semua pihak harus maklum dan bekerja sama jika menghadapi cuaca ekstrem tersebut," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Agus Santoso dalam keterangan resmi, Sabtu (17/2/2018).
Dia melanjutkan aktivitas penerbangan juga harus ditunda atau dibatalkan apabila cuaca sangat ekstrem dan tidak memungkinkan melakukan penerbangan sesuai dengan standar prosedur operasi yang berlaku dalam keselamatan dan keamanan penerbangan. Semua pihak harus mematuhi hal tersebut karena hal ini ditempuh demi keselamatan para penumpang.
Sementara itu, untuk kenyamanan penumpang, Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Udara selaku regulator penerbangan juga sudah membuat peraturan seperti Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 89 tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management).
"Jadi, kalau misalnya ada cuaca ekstrem, maka BMKG, Airnav dan maskapai serta pengelola bandara harus cepat berkoordinasi sehingga didapat kesimpulan penerbangan akan ditunda atau dibatalkan. Setelah itu, pengelola bandara dan maskapai juga harus memberikan informasi yang transparan kepada penumpang terkait hal yang terjadi sehingga penumpang menjadi maklum," lanjutnya.
Agus mencontohkan kejadian cuaca ekstrem yang terjadi sepanjang hari di Jakarta dan sekitarnya pada Kamis (15/2/2018). Hujan dan cuaca ekstrem terjadi sejak pukul 23.30 UTC (06.30 WIB) sampai dengan sore hari.
Visibility (jarak pandang) di Bandara Soekarno Hatta pada pukul 00.00 s/d 01.00 UTC (07.00 - 08.00 WIB) hanya sampai 300 meter, sehingga tidak memungkinkan pesawat untuk take off ataupun mendarat. Dengan demikian banyak pesawat yang menunda penerbangan.
Dari data laporan JATSC AirNav, mulai pukul 00.00 UTC (07.00 WIB ) pada 15-16 Februari 2018 atau Jumat dini hari, sebaran trafik bervariasi antara 22-73 movement per jam.
Waktu puncak terjadi pada pukul 16.00 - 17.00 WIB yang mencapai 73 movement (take off - landing pesawat) dalam satu jam. Adapun rata-rata trafik dari pagi hingga pukul 23.00 WIB berkisar 65 movement per jam, lebih rendah dari hari sebelumnya.
"Semua maskapai terkena dampak karena rotasi pesawat menjadi terganggu dan berakibat delay. Untuk meminimalisirnya, AirNav Indonesia sudah melakukan open slot, sehingga mana maskapai yang siap berangkat, langsung di-released oleh ATC. Dengan demikian, delay yang terjadi pada tanggal 15-16 Februari 2018 terutama di Bandara Soekarno-Hatta memang murni karena faktor cuaca, bukan karena pelayanan operator penerbangan yang menurun," paparnya.