Bisnis.com, SEMARANG -- Subsidi solar untuk periode 2018 bakal menjadi Rp2.000 per liter dibandingkan dengan penetapan sebelumnya senilai Rp500 per liter.
Nantinya, subsidi Rp2.000 per liter akan dibayarkan setelah realisasi penyaluran solar sepanjang 2018.
Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, pihaknya sudah berbicara dengan Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan kalau subsidi solar akan ditambahkan Rp1.500 per liter menjadi Rp2.000 per liter.
"Hasil pertemuan kemarin telah menetapkan subsidi solar Rp2.000 per liter masih bisa dilakukan dengan APBN saat ini," ujarnya pada Jumat (1/6).
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan, perubahan subsidi itu dilakukan dengan melihat perkembangan Indonesia Crude Price (ICP) sejak Januari 2018.
"Nah, tambahan subsidi itu bakal dibayarkan kepada Pertamina setelah realisasi penyaluran Solar sepanjang 2018 rampung," ujarnya.
Baca Juga
Fajar menuturkan, tambahan subsidi untuk Solar ini tidak perlu ada APBN perubahan 2018 maupun persetujuan DPR.
"Soalnya, kami kan mengacu kepada harga ICP. Nah, penentuan harga ICP kan enggak harus lewat DPR, berarti perubahan ini juga tidak harus lewat DPR," tuturnya.
Adapun, pada tahun ini kuota solar bersubsidi ditetapkan sebanyak 16,23 juta kilo liter.
Lalu, anggaran subsidi solar pun naik menjadi Rp32,46 triliun dibandingkan dengan sebelumnya senilai Rp9,3 triliun.
PT Pertamina (Persero) pun menyambut positif kebijakan tersebut.
Plt. direktut utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, angka subsidi bertambah menjadi Rp2.000 per liter itu sudah sesuai dengan hitungan bersama.
"Kan kami membahasnya bersama dengan Kementerian ESDM, BUMN, dan Keuangan," ujarnya.
Sebelumnya, tambahan subsidi solar diperkirakan sekitar Rp500 per liter sampai Rp1.000 per liter sehingga total subsidi menjadi Rp1.000 per liter sampai Rp1.500 per liter.
Namun, keputusan akhirnya, pemerintah menetapkan subsidi solar Rp2.000 per liter.
Direktur pemasaran ritel Pertamina Masud Hamid mengatakan, pihaknya menilai tambahan subsidi itu pasti akan mengurangi beban perseroan. Namun, dia belum mau memaparkan detail seberapa besar beban yang terpangkas dari tambahan subsidi tersebut.
"Kami sebagai badan usaha yang ditugaskan akan mengikuti semua kebijakan pemerintah," ujarnya.
Masud juga mengungkapkan, perseroan bakal berupaya untuk lebih efisien. Salah satunya dengan cara digitalisasi.
"Kami akan berupaya menekan biaya dengan cara digitalisasi," ungkapnya.
Sebelumnya, Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, APBN 2018 tetap mampu untuk menerima beban subsidi Solar yang bertambah tersebut.
"Soalnya, ada windfall dari selisih kenaikan ICP dengan patokan harga minyak APBN 2018 sudah lumayan," ujarnya.
Sepanjang 4 bulan pertama tahun ini, Indonesia Crude Price (ICP) memang terus mencatatkan kenaikan. Pada ICP April 2018, kenaikan harga sudah sebesar 10,72% menjadi US$67,43 per barel dibandingkan dengan akhir 2017.
Adapun, posisi harga minyak APBN berada dikisaran US$48 per barel.