Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian menyebutkan sejumlah industri nasional masih sangat bergantung dengan bahan baku impor.
Direktur Jenderal Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono menuturkan untuk sektor yang dipimpinnya komponen impor menjadi penopang utama bahan baku.
“Untuk kimia dan farmasi misalnya, 90% bahan bakunya impor,” kata Sigit di Jakarta, Selasa (14/8/2018).
Untuk seluruh sektor IKTA, kata Sigit, nilai impor bahan baku mencapai US$30 miliar per tahunnya. Sedangkan untuk industri kimia dan farmasi, impor mencapai US$20 miliar.
“Sekarang kami dorong untuk ke hulu,” katanya.
Dia mencontohkan bebera langkah jangka pendek yang dapat diambil seperti mengembalikan fungsi kilang Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) untuk memproduksi aromatic sebagai bahan baku.
Bahan aromatic ini diolah oleh industri hilir untuk menjadi beragam produk berbahan plastik.
“Meski tidak besar, itu dapat menghemat hingga 10% [nilai impor],” katanya.
Dalam peta jalan yang disusun Kementerian Perindustrian, impor bahan baku produk petrokimia ini baru akan berakhir pada 2025 seiring hadirnya industri hulu.
Selain itu, untuk produk farmasi pihaknya mendorong penggunaan bahan baku yang banyak tersedia di Indonesia, termasuk optimalisasi produk pertanian seperti jagung yang di ubah menjadi bahan baku.