Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) meminta pemerintah untuk melakukan penyesuaian tarif impor baja dari hulu ke hilir pasca keputusan sidang organisasi perdagangan dunia atas keberatan yang diajukan oleh Vietnam dalam penerapan perlindungan perdagangan produk tersebut.
Yerry Indroes, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) menuturkan rekomendasi sidang WTO atas keberatan Vietnam terdiri dari sejumlah pilihan yakni Indonesia mencabut peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait safeguard untuk baja lapis dari Vietnam atau pilihan lainnya menaikkan tarif impor yang saat ini telah diterapkan.
"Ini opsi di kita [pemerintah]. Apakah PMK dicabut atau tarif-nya yang dinaikkan. Saya mendengar pemerintah tidak akan mencabut PMK. Sehingga industri punya waktu sampai PMK berakhir, kami akan bicara dengan anggota [IISA bagaimana menyikapi penyesuaian tarif]," kata Yerry, Rabu (28/11/2018).
Menurut Yerry, proposal penyesuaian tarif ini bukan untuk menghambat perdagangan lintas negara. Juga bukan reaksi atas keputusan WTO. Penyesuaian tarif harus dilihat sebagai penguatan industri baja nasional.
"Asosiasi akan bicara secara internal bagaimana mengoptimalkan tarif. Apakah memang industri masih membutuhkan pengamanan perdagangan. Hasilnya kami akan usulkan ke pemerintah namun dengan prinsip harmonisasi tarif," katanya.
Dia menyebutkan pendekatan harmonisasi dibutuhkan agar seluruh lapis industri baja dapat tumbuh. Idealnya tarif impor semakin ke hilir harus semakin tinggi.
"Misal kalau tarif galvalume [seperti rekomendasi] naik, [sektor baja] hilir tidak dipertimbangkan maka industri baja nasional tidak akan kuat," katanya.
Untuk itu proposal harmonisasi tarif akan mencari struktur terbaik agar seluruh induatri baja baik hulu maupun hilir dapat tumbuh optimal.
Daya Saing
Selain melakukan harmonisasi, Yerry mengharapkan pemerintah turun tangan untuk meningkatkan daya saing industri baja nasional.
Menurut dia, campur tangan pemerintah menjadi kunci daya saing karena aturan tarif dan biaya energi menjadi kewenangan pemerintah.
"Dengan teknologi yang sama, produktivitas sama kalau kebijakan fiskal beda, maka kita kalah saing," katanya.
Selain itu, pihaknya meminta pemerintah bertindak cepat untuk menindak pelarian kode impor ataupun perdagangan yang tidak adil. Pasalnya semenjak 2013, baja lapis born yang tidak standar membanjiri pasar dan merusak struktur bisnis industri baja. "Kami tidak meminta proteksi tapi dilindungi [dari kecurangan perdagangan]," katanya.