Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan populis Italia kini menghadapi tantangan baru, yaitu risiko Negeri Pisa bakal mengalami resesi pertamanya dalam lima tahun.
Setelah ekonomi Italia melemah secara tidak terduga pada kuartal III/2018, turun menjadi 0,7% secara tahunan, beberapa survei menunjukkan bahwa pelemahan itu akan berlanjut pada kuartal ini.
Pasalnya, kinerja manufaktur di sana telah berkontraksi dalam laju tercepatnya dalam empat tahun terakhir dan diperburuk dengan turunnya keyakinan konsumen.
Hal itu pun menjadi tantangan baru bagi koalisi Pemerintah Italia, yang saat ini masih berkutat dengan Komisi Eropa terkait program anggaran belanja. Sejauh ini, Italia masih belum merevisi anggaran belanja yang dinilai Komisi Eropa terlalu ekspansioner.
Kendati Pemerintah Italia yang baru memegang kekuasaan selama enam bulan terakhir menyampaikan bahwa anggaran belanja tersebut bakal menyediakan stimulus untuk perekonomian, ketidakpastian yang ada di sekelilingnya justru membuat biaya pinjaman naik dan merusak sentimen. Alhasil, perekonomian justru terbebani.
“Ketika ada kondisi sulit atau sebuah resesi, itu adalah alasan dari kebijakan [pemerintah] yang ingin mendukung pertumbuhan. Mudah-mudahan, kami tidak jatuh ke dalam resesi dan kami dapat meloloskan anggaran yang dapat mencegah perlambatan ekonomi,” kata Menkeu Italia Giovanni Tria di Brussels, Belgia, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (5/12/2018).
Baca Juga
Adapun selain dari sisi domestiknya, terdapat faktor lain yang memengaruhi pelemahan ekonomi Italia. Beberapa di antaranya adalah melemahnya permintaan global dan permintaan dari Jerman selaku pasar terbesar bagi Italia.
Namun demikian, Pemerintahan Italia yang dipimpin oleh Matteo Salvini dan Luigi di maio tersebut tetap harus bertanggung jawab atas segala risiko yang menghampiri ekonomi negaranya.
“Italia mulai membayar harga bagi ‘kebodohan’ pemerintahnya yang radikal. Risikonya sekarang mengarah ke area negatif [downside],” kata Holger Schmieding, Kepala Ekonom di Berenberg Bank.
Dalam upaya menahan risiko tersebut, Pemerintah Italia pun tampak mulai melunak untuk beberapa poin dalam proposal anggarannya dan akan mempertimbangkan untuk mengurangi target defisit anggaran untuk tahun depan.
Adapun beberapa janji Pemerintahan Italia yang ingin memberikan pendapatan minimum untuk masyarakat miskin, mengurangi pajak, dan mengurangi usia pensium telah didominasi oleh respons beragam, baik dari Komisi Eropa maupun dari pasar keuangan.
Walaupun beberapa analis memperingatkan bahwa anggaran yang disusun Pemerintah Italia tersebut terlalu optimistis, Salvini dan Di Maio masih saja memberikan penilaian positif untuk proposal tersebut..
Keduanya justru menyampaikan bahwa kepatuhan Italia terhadap aturan Uni Eropa justru membuat kacau dan berjanji bahwa anggaran tersebut akan mampu kembali menggairahkan ekonomi Italia.
Namun, faktanya sangat sulit untuk melihat ekonomi Italia dapat bangkit. Pasalnya, kinerja manufaktur telah anjlok untuk bulan keduanya berturut-turut pada November, keyakinan industri melemah, dan investasi aset tetap pada kuartal III/2018 turun ke 1,1%.
Sementara itu, tingkat pengangguran di Italia juga telah mencapai level yang lebih tinggi dibandingkan 19 negara di Zona Euro lainnya, dan kian naik dalam dua bulan terakhir.
“Sayangnya, saya memperkirakan resesi Italia akan memburuk. Jalur jangka pendeknya sangat sulit,” kata James Athey, Senior Investment Manager di Aberdeen Standard Investments.