Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Pertanian bersikukuh menggunakan data acuan lahan baku sawah yang lama sebagai dasar dalam alokasi anggaran tahun ini sembari menunggu verifikasi ulang dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI mengatakan pihaknya sudah mengirim surat ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) untuk melakukan verifikasi ulang terhadap luas baku sawah di beberapa daerah.
"Percayakan kepada kami dulu, kami meminta verifikasi ulang kepada BPN. Kalau memang data itu benar-benar valid, ya kami bereskan," katanya Senin (21/1).
Pada tahun lalu, berdasarkan pemotretan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) luas lahan baku sawah Indonesia turun menjadi 7,1 juta hektare, dari 7,75 juta hektare pada 2013.
Hal tersebut tentu saja berimbas pada alokasi subsidi berupa sarana dan prasarana produksi yang diberikan oleh pemerintah.
Maka dari itu, sembari menunggu hasil verifikasi terbaru itu, Kementan mempertahankan besaran anggaran untuk tahun ini senilai Rp21,6 triliun. Dari jumlah tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mendapat Rp6,01 triliun dan Direktorat Prasarana dan Sarana Pertanian kebagian Rp 5,12 triliun.
Amran menegaskan tidak membiarkan para petani sengsara karena anggaran untuk berbagai program pengembangan dan peningkatan produksi yang seharusnya menjadi hak mereka dipangkas karena adanya kebijakan baru.
Pada November 2018, Kementan pun menginstruksikan kepala dinas pertanian di seluruh daerah untuk melakukan pengecekan ulang luas baku sawah. Verifikasi ulang hanya dilakukan dengan memfoto luas sawah menggunakan kamera atau telepon seluler, tanpa mengeluarkan anggaran yang besar.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Pending Dadih Permana menambahkan pihaknya tidak akan berjudi dengan menggunakan data luas baku sawah baru, terutama untuk pengadaan komponen-komponen krusial seperti pupuk.
Dadih khawatir apabila data yang dikeluarkan Kementerian ATR/BPN dan BPS tidak valid, akan muncul persoalan baru di kemudian hari lantaran petani yang biasa mendapatkan pupuk bersubsidi menjadi kehilangan hak mereka.
"Kalau angka lahan dikurangi, alokasi pupuk subsidi pasti berkurang. Kalau kita pakai data baru, dan ternyata kebutuhannya lebih banyak, itu kan masalah," ujar Dadih, Senin (21/1).
Di sisi lain, produsen pupuk pun tidak bisa memproduksi pupuk secara mendadak. Oleh sebab itu Kementan tetap menggunakan luas baku sawah yang dulu dalam menentukan kebijakan dan anggaran.
"Mereka [produsen pupuk] kan musti pesan gas, kebutuhan bahan baku lainnya. Tidak bisa serta merta produksi," tuturnya.
Maka dari itu, Kementan tidak akan mengubah pagu anggaran dan tetap menggunakan penetapan tonase pupuk bersubsidi sebanyak 9,55 juta ton seperti tahun-tahun sebelumnya. "Kami tetap pakai hitungan luas lahan tahun lalu. Alokasi tidak akan diubah-ubah," tandasnya.
Adapun, Kementan berencana mengembangkan pertanamanan padi di lahan rawa seluas 550.000 hektare pada 2019. Dengan asumsi produktivitas minimal 6 ton/ha, maka dapat dihasilkan 6,6 juta ton gabah kering panen pada akhir tahun.