Bisnis.com, JAKARTA - Program Kartu Prakerja yang ditawarkan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) dianggap tak akan menyelesaikan masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Program itu justru dikhawatirkan membuat pekerja informal mengaku sebagai penganggur.
Kekhawatiran itu disampaikan peneliti lembaga Centre of Reform on Economics (CORE) Akhmad Akbar Susamto. Dia menganggap program Kartu Prakerja bisa membuat orang tak semangat mencari pekerjaan.
“Yang akan daftar bukan hanya orang yang hilang pekerjaan, lulus sekolah dan kuliah, tapi juga orang-orang yang selama ini kerja informal. Itu mereka [berpotensi] akan daftar juga, banyak sekali jumlahnya,” kata Akbar di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/4/2019).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per Agustus 2018 ada 70,49 juta orang yang bekerja di sektor informal. Jumlah itu mencakup 56,84% dari jumlah pekerja.
Kemudian, ada 71,31% pekerja penuh (bekerja minimal 35 jam seminggu) per Agustus 2018. Jumlah pekerja paruh waktu sebesar 22,07% dan pekerja setengah penganggur 6,62%.
Jumlah penduduk bekerja di periode yang sama adalah 124,01 juta orang. Ada 5,34% tingkat pengangguran terbuka di Agustus 2018.
Menurut Akbar, gagasan untuk membuat kartu prakerja masihbelum solid saat ini. Dia juga melihat program itu tidak akan memberi solusi untuk peningkatan kualitas penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
“Ide soal kartu ini masih diubah-ubah. Tetapi saya bisa katakan kartu ini belum merupakan ide yang solid, absurd. Kita harus sadar, persoalan kita bukan hanya mereka yang lulus dan ingin bekerja, tapi juga mereka yang sudah kerja tapi ingin bekerja formal,” katanya.